Jakarta (ANTARA News) - Kepercayaan dan kejujuran adalah dua hal yang sulit ditemukan dari paramudi taksi saat ini, sebaliknya mereka cenderung membohongi penumpang demi mendapatkan untung banyak, kata Ahmad Ruslandi (65), pensiunan TNI menyetujui kebijakan PT Kereta Api Indonesia (KAI) membatasi taksi di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat.

"Saya pernah naik taksi dari Gambir ke Tanah Abang, tapi diajak putar-putar dulu oleh supirnya, padahal jalannya tinggal lurus saja," katanya kesal kepada ANTARA News, Kamis.

Dia bilang, perusahaan taksi bereputasi tinggi kini menjadi pilihan warga karena mereka mengedepankan profesionalitas dan kenyamanan penumpang seperti pembayaran sesuai argo, tidak menurunkan penumpang seenaknya dan menguasai medan.

"Saya lebih baik menunggu taksi yang sudah jelas seperti Bluebird ketimbang naik taksi yang tidak tahu ujung pangkalnya," katanya ketika hendak berangkat ke Bandung.

Hal senada diutarakan Ali Jabidi, wirausahawan berusia 45 tahun, yang menyebut PT. KAI telah berbuat benar dan tegas mengatur keberadaan taksi di Stasiun Gambir sehingga lebih tertata dan tertib.

"Ketika mau berangkat kerja saya pernah ditarik-tarik supir taksi di depan pintu stasiun, tetapi peraturan ini stasiun menjadi lebih tertib lagi," katanya.

Yuyun Winarsih (35), warga Jember yang hendak pergi ke Bandung, mendukung sepenuhnya kebijakan standarisasi KAI untuk pelayanan taksi.

"Tidak tenang ya mas, kalau tidak pakai argo soalnya kita tidak tahu berapa habisnya," katanya.

Namun Andre Zico (27), karyawan asal Bandung, menyayangkan pembatasan taksi di Stasiun Gambir karena menutup mata pencaharian sebagian orang.

"Ya kasihanlah mas mereka, mereka hanya mencari makan, masa tidak boleh," katanya.

Pernyataan Andre bersesuaian dengan suara para sopir taksi yang mengaku tidak lulus uji layak standarisasi KAI.

"Sebelum ada peraturan ini aja sudah susah dapatin penumpang, apalagi adanya peraturan ini, tambah seret. Sulit sekali, hanya mencari sesuap nasi doang," kata Ruslam (42) Supir Taksi Dian Group.

Pengalaman Ruslam terjadi pula pada Anton (46), supir Taxiku, yang menyesalkan kebijakan KAI karena tidak disosialisasikan terlebih dahulu kepada para sopir taksi.

"Masa cuma bluebird aja yang dapat izin? Itu keputusan sepihak," katanya.

Sebaliknya, Caya Prayitno (38), sopir Taksi Putra yang mengaku justru senang oleh hadirnya ketentuan itu karena Putra Taksi sudah memenuhi standarisasi beroperasi di Stasiun Gambir.

"Ya sangat diuntungkanlah Mas, dan sejauh ini tidak ada masalah dengan supir-supir taksi yang lain," katanya. (*)

reporter: adam rizal
editor : jafar sidik

Pewarta: jafar
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2010