Semarang (ANTARA News) - Direktur Lembaga Kajian Strategis Demokrasi dan Sosial (Krisis), Suwignyo Rahman, mengingatkan semua pihak untuk tidak menjadikan hasil ujian nasional (UN) sebagai komoditas politik citra.

"Pemerintah daerah jangan sampai terjebak politik citra dengan mengutamakan pencapaian angka kelulusan. Oleh karena itu, sebaiknya siswa dibiarkan mengerjakan UN berdasar kemampuan masing-masing," kata Suwignyo Rahman di Semarang, Senin.

Jika pelaksanaan ujian nasional tahun ini merupakan UN terakhir, seyogianya dimanfaatkan untuk memetakan kualitas pencapaian mutu pendidikan masing-masing daerah. "Jadi, tidak perlu ada rekayasa dan kecurangan," katanya menegaskan.

Menurut dia, kecurangan bisa saja dilakukan oleh siapa pun, baik siswa, sekolah, maupun pemerintah.

Selama ini, kata dia, ada kesan pemerintah daerah mementingkan politik citra. Karena tingkat kelulusan yang tinggi ini berpengaruh kepada citra daerah, tidak mengherankan bila ada kepala daerah yang tidak ingin dicap gagal dalam melakukan pembinaan pendidikan di daerahnya.

"Pemerintah daerah membentuk tim dalam mengendalikan hasil UN. Bahkan, beberapa daerah ada yang menggunakan cara menyelamatkan diri," ujarnya.

Ia berharap ada penyempurnaan UN dan tidak dijadikan satu-satunya syarat kelulusan, atau lebih memperhatikan variabel lain.

Suwignyo menambahkan, Kota Semarang sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah yang lengkap dengan sarana dan prasarana pendidikannya daripada kabupaten/kota lainnya, bukan nomor satu peraih nilai terbaik.

"Justru di kabupaten/kota yang tidak memiliki fasilitas memadai, mampu memunculkan peraih nilai tertinggi," ujarnya.

Hal itu, kata dia, menunjukkan bahwa pencapaian kualitas pendidikan, sarana, dan prasarana yang memadai bukan menjadi penentu utama. Akan tetapi, ada variabel lain, seperti pengajar dan daya rangsang metode pelajaran yang tepat. (N008/K004)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2010