Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Pengurus Setara Institute for Democracy and Peace Hendardi menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi UU No.44 Tahun 2008 tentang pornografi, menunjukkan MK diskriminatif dalam mengambil keputusan.

"Jika UU Pornografi secara faktual telah menimbulkan diskriminasi, maka MK dengan sendirinya menjadi bagian institusi negara yang turut serta melembagakan diskriminasi," ujar Hendardi dalam siaran persnya di Jakarta, Jumat.

Hendardi menyebut kontradiksi konstitusional dalam UU pornografi telah menimbulkan kontroversi dalam masyarakat karena diskriminatif dan mengikis keberagaman di Indonesia.

Uji materi dari 47 pemohon itu ditolak MK, Kamis lalu, dengan putusan delapan hakin menolak dan satu hakim menyatakan "disseting opinion" atau beda pendapat.

"Ketidaktegasan MK dalam membela konstitualisme justru memperburuk kecenderungan dan praktik legalisasi di Indonesia," ujar Hendardi seraya menyebut MK tidak memberi kontribusi untuk mengakhiri kontroversi.

Menurut Hendardi, UU Pornografi adalah desain norma-norma nonhukum yang dipaksakan menjadi kausul muatan UU dan merupakan kekeliruan serius dalam merumuskan sebuah UU.

Kekeliruan mendasar UU Pornografi adalah mencampuradukkan moralitas publik dengan perangkat hukum yang menilai prilaku dari sudut pandang subjektif sebagai tindakan kriminal.

"Kriminalisasi prilaku yang hanya bersandar pada pandangan subyektif tidaklah cukup menjadi dalil kriminalisasi tindakan-tindakan yang dalam UU Pornografi dianggap tindakan Kriminal," kata Hendardi.

Hendardi juga menuduh putusan MK itu mendiskriminasi perempuan dan kelompok-kelompok minoritas yang seharusnya dijamin konstitusi. (*)

M-RFG/A011/AR09

Pewarta: jafar
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2010