Jakarta  (ANTARA News) - Menteri Pertahanan (Menhan), Purnomo Yusgiantoro, mengatakan bahwa media massa dapat terlibat dalam bela negara, apalagi ancaman nirmiliter (nonmiliter) semakin meningkat dibanding ancaman militer.

"Media massa bisa membantu kita menumbuhkan efek tangkal apabila ada pihak yang mau menggangu kita, terutama ancaman nonmiliter. Kita ingin menumbuhkan semangat bela negara. Yang menangkal itu tidak hanya TNI, tapi kita semua. Kita ingin itu disosialisasikan," katanya dalam pembukaan Lokakarya Membangun Citra Pertahanan di Jakarta, Senin.

Bela negara, menurut Purnomo, berbeda dengan militerisme. Bela negara diamanatkan untuk semua elemen masyarakat, sipil ataupun militer. Media massa bisa ikut berperan tanpa harus angkat senjata, tapi bersikap mencintai negara dengan memberikan informasi terkait kelemahan lawan yang mau mengganggu negara.

"Kami tidak ingin mereka berpihak pada kita, tapi kita ingin media massa itu seimbang. Biasanya kalau wawancara kan nadanya negatif, tapi setelah itu harus ada nada positif. Objektif menyampaikan posisi pandangan mata, tanpa dikurangi atau dilebihkan. Berita itu juga harus faktual, terkini. Pemberitaan memasukkan kondisi terkini kalau gambarnya sudah berubah. Terakhir, akurat," tutur Menhan.

Ia mengatakan, media massa kini berada dalam era industrialisasi. "Sebagai industri, tentu saja ada aturan ekonomi yang berlaku. Ia tak ingin jika industri media massa hanya dikuasai segelintir pihak sehingga akhirnya terjadi monopoli. Anda sendiri tidak suka dengan neolib. Anda sendiri ingin ada kebebasan. Maka itu, jangan sampai media tidak dikuasai oleh salah satu pihak saja," ujar Purnomo.

Menhan berharap media massa menghormati informasi pertahanan yang tidak bisa diakses sangat terbuka kepada publik karena risikonya tinggi terhadap posisi negara, sesuai UU Kebebasan Informasi Publik.

"Kita lihat betapa strategisnya pertahanan ini. Kita punya posisi strategis keutuhan bangsa, rahasia negara, peradilan militer. Terkait internal kita, ada hal-hal yang tidak bisa dibuka karena menyangkut kekuatan kita. Sebelum UU Rahasia Negara, sudah ada dalam UU Penyiaran Publik. Apalagi, tetangga kita saja ada UU yang lebih keras lagi. Kita sendiri tidak punya terkait itu," demikian Purnomo.
(T.R018/A041/P003)

Pewarta: priya
Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2010