Tangerang (ANTARA News) - Sheila , gadis berusia 17 tahun yang merupakan anak pidana di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Anak Perempuan Tanggerang berdiri mematung dengan air mata yang menggenangi sudut-sudut indera penglihatannya.

Gadis tersebut berkulit cerah, berpotongan rambut pendek ibarat anak-laki-laki, menggunakan celana belel dan kaos berwarna merah muda kebesaran yang dibagian punggungnya bertuliskan Lapas Anak Perempuan Tanggerang.

Wajahnya memerah, bibirnya bergetar, dan tangan kanannya mengepal saat Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menyebut namanya sebagai salah satu anak pidana yang mendapatkan grasi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Pemberian grasi tersebut, berarti ia akan segera bebas dari hotel "prodeo" tempat ia tidur selama 1,8 tahun belakangan.

Disamping Sheila, berdiri Andika dan Aditya, anak pidana di Lembaga Permasyarakatan Anak Pria Tanggerang yang juga mendapatkan grasi kebebasan dari Presiden.

Tangis Sheila bahkan semakin menjadi ketika Menteri Patrialis Akbar yang didampingi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar menyalami gadis itu.

Dengan spontan, Menteri Linda Agum Gumelar merangkul Sheila, dan ikut menangis karena terharu.

Suasana mengharukan tersebut terjadi selama beberapa menit, dan para awak media yang berjejalan di Lapas Anak Pria Tanggerang sibuk mengabadikan momen itu.

Sheila Fatmawati adalah salah satu dari tiga penghuni di Lapas Anak, Kota Tangerang, Banten yang menerima grasi bebas dari Presiden melalui Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar.

Bersama Sheila, Aditya Parawangsa (16) dan Handika Hadi Widagdo (16) juga ikut menghirup udara kebebasan.

Sheila yang ayah dan ibunya bercerai sejak ia masih kecil terkadang tinggal bersama sang kakek atau dengan pamannya yang berdomisili di sekitar kawasan Bumi Serpong Damai.

Ia terpaksa harus masuk ke dalam sel tahanan karena kasus pengeroyokan yang disertai kasus narkoba.

Ia seharusnya mendapat hukuman dua tahun penjara, namun karena memperoleh grasi maka ia bisa mendapatkan kebebasan .

Ia mengaku kurang mendapatkan perhatian dari ayah dan ibunya, karena saat ini sang ayah tinggal di Medan sementara ibu di Pangkal Pinang.

"Karena tidak pernah mendapatkan perhatian dari kecil maka saya terjebak ke dalam pergaulan yang tidak baik, tapi sekarang saya sudah tobat," kata gadis yang bercita-cita menjadi seorang pengusaha itu.

Anak Asuh

Sheila yang pernah mengenyam pendidikan kelas dua sekolah menengah atas (SMA) di bilangan Jakarta itu mengaku enggan melanjutkan sekolahnya karena ingin bekerja.

Namun keputusan Sheila itu ditentang oleh Menteri Linda Amalia Sari Gumelar yang ingin gadis itu tetap bersekolah bahkan berencana untuk menjadikannya sebagai anak asuh.

"Saya berencana menjadikan Sheila anak asuh, agar ia dapat melanjutkan pendidikannya," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak itu.

Menteri juga mengatakan, dirinya sangat terharu dan menyambut baik kebijakan Presiden memberikan grasi bagi anak-anak di lapas.

Baginya, pendidikan yang paling baik bagi anak-anak adalah di dalam lingkungan keluarga, bukan di dalam sel tahanan.

Menteri juga berharap kebijakan serupa dapat kembali diprogramkan sehingga lebih banyak anak Indonesia yang masih berada di dalam sel tahanan yang dapat memperoleh kebebasannya.

"Dengan mendapatkan kebebasan maka anak mendapatkan haknya akan pendidikan yang layak dan kesehatan yang terjamin," katanya.

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM mengatakan pemberian grasi merupakan wujud nyata kepedulian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

"Khususnya pemenuhan hak anak pidana sebagai tunas penerus bangsa," kata Patrialis Akbar.

Patrialis mengatakan pihaknya mengajukan 45 anak yang mendapatkan grasi, namun Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono hanya menyetujui 42 anak dengan berbagai alasan dan pertimbangan.

Dia mengatakan, terdapat enam anak lainnya yang mendapatkan grasi enam bulan, mereka adalah penghuni LP Anak Pria Tangerang yang mendapatkan hukuman diatas dua tahun penjara.

Dia menambahkan, setelah kembali bergabung dengan keluarga maka sebaiknya anak yang telah bebas tidak mengulang kembali tindakan serupa.

Bila mengulangi tindakan kriminal atau mengunakan narkoba, katanya, maka pemerintah tidak ada memberikan grasi.

Sementara itu, Dirjen Lapas Untung Sugiono mengatakan, saat ini terdapat sebanyak 4.985 anak yang mendekap di berbagai LP di Indonesia.

Sedangkan sebanyak 2.187 anak merupakan tahanan dan 2.798 anak adalah narapidana dengan berbagai tindak pidana yang dilakukan seperti narkotika, pencurian, penganiayaan serta merusak sarana umum.

(T.W004/A011/S026)

Oleh Oleh Wuryanti Puspitasari
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2010