Yogyakarta (ANTARA News) - Televisi Republik Indonesia berharap tetap independen dan netral dalam menjalankan fungsinya sebagai Lembaga Penyiaran Publik, meskipun nanti kemungkinan harus bergabung dengan Radio Republik Indonesia.

"Bagi TVRI, hal yang paling esensial adalah netralitas dan independensi. Kedua hal itu harus dipertahankan apabila nanti TVRI dan RRI digabung," kata Ketua Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI Zairin Sitepu pada seminar nasional `Menyelamatkan TVRI menyelamatkan ruang publik pluralisme`, di Yogyakarta, Sabtu.

Menurut dia, penggabungan TVRI dan RRI itu merupakan wacana yang baik dan modern, serta sesuai dengan kondisi di negara-negara lain seperti Jepang, Inggris, Amerika Serikat (AS), dan Australia.

Ia mengatakan penggabungan tersebut sudah menjadi tuntutan perkembangan teknologi, sekaligus mengikuti pola pikir masyarakat yang semakin cerdas.

"Tetapi yang masih mengganggu pikiran saya adalah apakah netralitas dan independensi lembaga ini masih bisa dipertahankan atau tidak," katanya.

Apalagi, kata dia, sudah ada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentangpenggabungan TVRI dan RRI yang kemungkinan mengancam profesionalisme TVRI dan RRI.

"Mentalitas profesionalisme akan menjadi lebih rendah, karena selama ini TVRI dibangun dengan kultur yang tidak kompetitif," kata dia dengan mendesak perlu segera dilakukan penyelamatan terhadap TVRI.

Menurut dia, beberapa upaya internal yang telah dilakukan TVRI di antaranya meningkatkan pendapatan dari sisi komersial melalui iklan, meningkatkan produktivitas pegawai, serta meningkatkan kualitas siaran.

Ia menyebutkan saat ini pendapatan TVRI dari iklan mencapai Rp100 miliar lebih. Sebelumnya pendapatan rata-rata sekitar Rp50 miliar.

Sedangkan dari sisi produktivitas, upayanya dengan mengurangi tayangan yang harus ditayangkan ulang.

"Dulu, tayangan ulang bisa mencapai 60 persen, tetapi sekarang hanya sembilan persen, atau produktivitas tumbuh sekitar 90 persen," katanya.

Sedangkan untuk meningkatkan kualitas siaran, TVRI memperoleh pinjaman lunak dari Spanyol, guna membiayai pembangunan 30 menara pemancar baru di seluruh wilayah Indonesia.

"Pada 2011 cakupan area siaran TVRI diharapkan mencapai 60 persen dari seluruh wilayah di negeri ini ," katanya.

Sementara itu, Ketua Masyarakat Peduli Media (MPM) Yogyakarta Lukas Ispandriarno menfatakan berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, disebutkan TVRI dan RRI adalah LPP.

"Namun, kondisi TVRI memang berat, dengan mendapatkan saingan dari televisi swasta yang bermunculan dan menampilkan berita yang komersial," katanya.

Dengan kenyataan itu, kata dia, TVRI perlu diselamatkan dan didukung agar menjadi media yang berbeda dari televisi swasta, yaitu mengedepankan pluralisme dan multikulturalisme.(E013/M008)

Pewarta: handr
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2010