Denpasar (ANTARA News) - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Udayana, Prof Dr Wayan P Windia, menilai bahwa desa adat atau desa pekraman di Bali berperan strategis dalam menyelesaikan berbagai permasalahan di wilayah masing-masing.

"Jika timbul masalah, baik menyangkut pribadi, keluarga maupun masyarakat, maka pertama-tama diselesaikan oleh prajuru (perangkat pimpinan) desa adat," kata Windia di Denpasar, Minggu.

Ia mengatakan, jika dalam menyelesaian suatu permasalahan tidak ditemukan kata sepakat, maka kasus itu ditindaklanjuti dengan membahasnya pada rapat (paruman) yang melibatkan seluruh warga desa adat.

Warga yang terbukti melakukan pelanggaran adat, namun bersikukuh pada pendiriannya tidak mentaati keputusan rapat, maka dapat dikenakan sanksi.

"Sanksi itu mulai dari yang ringan berupa permohonan maaf, sampai yang paling berat, yakni diberhentikan dan dikucilkan sebagai warga desa adat bersangkutan (kesepekan)," ujarnya.

Prof Windia menjelaskan, setelah sanksi adat dijatuhkan, maka permasalahannya dianggap selesai. "Tidak penting bagi desa adat untuk membahas lebih lanjut, apakah sanksi itu mengakibatkan korbannya menangis atau bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM)," ucapnya.

Ditegaskan, yang terpenting warga yang dianggap bersalah itu telah dikenakan sanksi dan apapun jenis hukumannya tidak menjadi masalah bagi orang lain maupun desa adat lain.

Semua masalah itu menjadi urusan internal desa pekraman bersangkutan, sesuai azas "desa mawecara", yakni masing-masing desa adat di Bali mempunyai adat kebiasaan atau "awig-awig" (peraturan) yang menjadi pedoman dalam mengatur tatanan kehidupan masyarakat setempat.

Jika ada warga masyarakat yang tidak merasa puas atas sanksi yang dijatuhkan, tidak secara serta merta hal itu dimunculkan atau dibahas secara terbuka, namun disimpan dalam hati dan baru akan muncul kembali dalam situasi masyarakat yang tidak stabil.

"Seperti saat ada kematian, dalam perjalanan mengantarkan jenazah ke kuburan dan situasi lain yang kurang menguntungkan, permasalahan yang telah terjadi bertahun-tahun itu baru dimunculkan. Hal itu menyebabkan permasalahan internal desa adat menjadi sulit diselesaikan," ujar Prof Windia.

Oleh sebab itu, permasalahan yang benar-benar sulit dipecahkan, tidak mungkin dapat diselesaikan oleh prajuru maupun dalam rapat warga desa adat.

Permasalahan demikian itu cukup banyak terjadi di desa adat di Pulau Dewata sehingga setiap saat bisa muncul hal yang sulit diprediksi, ujar Prof Windia.
(T.I006/T007/P003)

Pewarta: mansy
Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2010