Jakarta (ANTARA News) - Tiga dari 10 perempuan menggunakan obat yang biasa digunakan mengobati kanker payudara, Femara, untuk mengobati ketidak-suburan, sekalipun obat itu dapat meningkatkan resiko pada bayi, kata beberapa peneliti AS, Jumat.

Mereka mengatakan, obat tersebut seringkali diberikan "di luar kegunaannya", yaitu untuk mengobati ketidak-suburan, sekalipun obat itu diklasifikasikan oleh Dinas Obat dan Makanan AS (FDA) sebagai menimbulkan resiko kehamilan.

Satu studi mengenai klaim kesehatan menunjukkan kebijakan oleh asuransi kesehatan hanya untuk membayar penggunaan obat sebagaimana disetujui dapat meningkatkan pengobatan dan keselamatan perempuan yang menggunakannya.

Femara, atau letrozole, dari Novartis disetujui untuk mengobati perempuan pasca-menopaus yang memiliki keprihatinan reseptor-hormon payudara positif, kondisi saat hormon mengendalikan kanker.

Obat itu, yang di dalam klas obat dikenal sebagai aromatase inhibitor, bekerja dengan menghalangi produksi estrogen pada perempuan pasca-menopaus.

Femara juga telah dipelajari sebagai pengobatan buat ketidak-suburan, tapi sejauh ini tak ada cukup bukti untuk memperlihatkan bahwa obat itu aman dan efektif, kata para peneliti di perusahaan farmasi Prime Therapeutics.

Prime Therapeutics menyajikan temuan tersebut dalam pertemuan "Academy of Managed Care Pharmacy" di San Diego.

Di dalam satu studi Kanada pada 2005, satu tim mendapati peningkatan hampir tiga kali lipat dalam resiko penyimpangan kelahiran pada satu kelompok 150 bayi yang dilahirkan setelah perawatan dengan menggunakan letrozole, dan perusahaan itu telah memperingatkan para dokter agar tidak menggunakan obat tersebut untuk mengobati ketidak-suburan.

Segera setelah obat disetujui oleh FDA, para dokter bebas untuk mengeluarkan resep buat obat itu jika mereka anggap cocok.

Para dokter yang mengobati ketidak-suburan mengatakan mereka menggunakan obat tersebut pada perempuan yang menghadapi masalah ovulasi.

Menurut satu jejaring bagi Pusat Kesuburan Canggih, Chicago, ketika enzim aromatase terhalang oleh obat tersebut, kondisi itu membuat tingkat estrogen pada perempuan muda turun, sehingga memicu keluarnya "follicle stimulating hormone", yang membuat perempuan mengalami proses menstruasi.

Mereka mengatakan studi Kanada tersebut terlalu kecil, dan rancangan uji-cobanya telah dipandang sebagai cacat.

Kendalikan penggantian

Tim Prime Therapeutics dan satu tim dari klien perusahaan itu, Blue Cross dan Blue Shield, ingin melihat apakah satu program yang ditujukan untuk memantau penggantian obat tersebut dapat meningkatkan keselamatan pasien dan memangkas biaya.

Mereka mengkaji sebanyak 1,5 juta klaim dari dua rencana kesehatan Blue Cross antara Juli 2008 dan Juni 2009 untuk melihat seberapa sering letrozole digunakan buat mengobati ketidak-suburan.

Mereka mendapati obat itu biasa digunakan, dengan 29,3 persen anggota rencana menggunakan obat tersebut untuk mengobati ketidak-suburan.

Lebih dari 95 persen perempuan yang berusia di atas 50 tahun yang menggunakan obat itu tak memperoleh diagnosis yang disetujui FDA.

Rata-rata biaya pengobatan tersebut ialah sekitar 174 dolar AS per klaim, kata tim itu pada pertemuan tersebut, sebagaimana dilaporkan kantor berita Inggris, Reuters.

Mereka mengatakan, pembatasan penggantian obat bagi petunjuk yang disetujui FDA mungkin menjadi cara bukan hanya untuk mengurangi biaya, tapi juga mengurangi resiko yang dialami bayi jika seorang perempuan yang menggunakan obat itu benar-benar hamil.(C003/S018)

Pewarta: adit
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2010