Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perdagangan (Mendag), Mari Elka Pangestu, menegaskan bahwa pemerintah akan terus memperjuangkan kepentingan ekonomi nasional dalam perundingan dagang ASEAN-China (ACFTA) dan akan membantu mengatasi kesulitan sejumlah produk dalam negeri yang kalah bersaing dengan produk China.

"Dalam kaitan dengan perjanjian perdagangan negara lain termasuk dengan China, posisi Menteri Perdagangan adalah memperjuangkan kepentingan nasional, bukan hanya sebatas pada kepentingan industri tertentu," ujarnya pada keterangan pers, di Jakarta, Senin.

Hal itu dikemukakannya menanggapi hasil rapat dengar pendapat antara Kadin Indonesia dengan Komisi VI DPR-RI, yang antara lain Kadin Indonesia meminta pemerintah agar pemerintah melakukan perundingan ulang terhadap 228 pos tarif dalam pelaksanaan ACFTA.

Selain itu, menyediakan pasokan energi (minyak, gas, listrik, dan lain-lain) bagi industri dengan harga bersaing, perbaikan infrastruktur, serta peningkatan iklim usaha yang kondusif termasuk pemberian insentif pajak.

Mari menegaskan, industri nasional tidak bisa bergantung sepenuhnya pada hasil perundingan, namun industri juga harus melakukan perbaikan, disamping pemerintah melakukan perbaikan dari sisi kebijakan.

"Ini juga akan dilakukan pemerintah, dan menjadi tantangan bersama, termasuk Kementerian Perindustrian dan instansi terkait lainnya," katanya.

Penegasan itu disampaikan terkait hasil kesepakatan Agreed Minutes of the Meeting for Further Strengthening Economic and Trade Cooperation yang ditandatagani oleh Menteri Perdagangan (Mendag), Mari E. Pangestu bersama Menteri Perdagangan China, Chen Deming, di Yogyakarta beberapa waktu lalu, yang dinilai oleh sejumlah kalangan tidak menghasilkan langkah konkrit membantu industri domestik menghadapi persaingan bebas dengan China.

Sejumlah kalangan, terutama kalangan dunia usaha, berharap, pertemuan di Yogyakarta pada awal April 2010 itu merundingkan kembali 228 pos tariff dalam ACFTA. Produk yang termasuk dalam pos tarif itu dinilai belum siap bersaing menghadapi produk sejenis dari China.

Mari menegaskan, hasil kesepakatan di Yogyakarta tersebut sesungguhnya telah mengakomodasikan permasalahan yang dihadapi berbagai produk yang masuk dalam kelompok 228 pos tariff tersebut. Namun, kata dia, format pembahasan yang dilakukan bukan dalam bentuk perundingan ulang ("renegosiasi"), tapi pertemuan khusus dalam rangka perjanjian bilateral.

"Cara itu akan jauh lebih efektif dibandingkan dengan negosiasi ulang. Kalau renegosiasi ulang harus ada kompensasi sehingga ada sektor yang akan diminta untuk dibuka lebih dulu, atau di China yang dibuka lebih lambat. Belum lagi kompensasi ke negara ASEAN lain. Konsekwensinya adalah akan ada sektor lain yang harus terpengaruh di luar sektor/industri tertentu tersebut," kata Mari.

Oleh karena itu, ia menilai, kesepakatan yang telah dicapai di Yogyakarta merupakan hasil terbaik karena tidak ada konsekuensi terhadap sektor lain dan langsung kepada satu pendekatan menyeluruh, yaitu kepentingan nasional.

Kesepakatan Yogya, lanjut Mendag, lebih komprehensif karena bukan saja kepada 228 pos tarif, tetapi kepada sektor yang lebih luas seperti besi baja, tekstil dan produk tekstil (TPT), serta sepatu.

"Bukan saja isu perdagangan yang menjadi agenda, tetapi termasuk revitalisasi industri melalui investasi, bantuan barang modal yang dikaitkan ke financing, dan capacity building, serta pembangunan infrastruktur," katanya.

Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan Yogyakarta, Pemerintah RI dan China akan membentuk kelompok kerja selambat-lambatnya dalam waktu dua bulan.

Kelompok kerja itu akan melakukan analisis data dan informasi perdagangan dua arah dan merekomendasikan langkah-langkah yang diperlukan, dengan prioritas diberikan kepada sektor-sektor yang akan ditentukan kemudian, utamanya besi dan baja, tekstil dan produk tekstil, serta sepatu yang menguasai hampir 80 persen dari 228 pos tarif yang menjadi keprihatinan Indonesia.

Mari juga menegaskan, posisinya dalam negosiasi adalah mengupayakan terciptanya iklim perdagangan yg sehat atau saling menguntungkan Indonesia dan China.

"Sebagai Menteri Perdagangan, kami akan mengupayakan posisi yang sebaik mungkin bagi Indonesia, setelah itu tinggal Kementerian Perindustrian dan instansi lain serta pelaku usaha memanfaatkannya secara optimal," katanya.
(T.R016/M012/P003)

Pewarta: priya
Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2010