Samarinda (ANTARA News) - Dari tujuh daerah (enam kabupaten dan satu kota) dalam tahap proses usulan pemekaran di Kalimantan Timur, tercatat ada tiga di antaranya yang diperkirakan segera terwujud dengan berbagai pertimbangan rasional serta mendesak.

"Tiga daerah itu masing-masin pembentukan (pemekaran daerah) Kabupaten Mahakam Hulu, Kabupaten Kutai Pantai dan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Pulau Sebatik," kata Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak di Samarinda, Senin.

Salah satu alasannya, aspirasi dari warga yang mendesak pemekaran sudah lama berlangsung serta diperkirakan pemekaran pada tiga daerah itu akan mempercepat proses perkembangan ekonomi dan kemajuan daerah atau kotanya.

Kabupaten Mahakam Hulu (Mahulu) merupakan wilayah yang saat ini masih masuk dalam pemerintahan Kabupaten Kutai Barat (Kubar).

Masyarakat ingin membentuk kabupaten sendiri karena saat ini jarak sangat jauh antara sejumlah desa atau kecamatan di kawasan itu dengan kota kecamatan dan Ibukota Kabupaten Kubar, di Barang Tongkok dan Sendawar.

Wilayah lain yang diperkirakan segera terwujud adalah Kabupaten Kutai Pantai atau Kutai Selatan. Wilayah itu saat ini masih masuk dalam administrasi Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).

Selain alasan terlalu jauh dengan Ibukota Kabupaten Kukar, Tenggarong sejumlah desa dan kecamatan di kawasan pesisir ini pembangunannya agak tertinggal.

Padahal, Kabupaten Kukar kini menjadi dikenal sebagai salah satu daerah terkaya di Indonesia karena sumbernya dari kawasan pesisir, yakni Migas dan batu bara.

Pemekaran KTM Sebatik diperkirakan segera terealisasi karena letaknya yang strategis karena berbatasan langsung baik darat dan laut dengan wilayah Tawau, Sabah (Malaysia timur).

Alasan sebagai beranda negara sehingga perlu mengatasi berbagai ketertinggalan dan kelemahan pembangunan dan terbatasnya infrastruktur jadi alasan utama untuk pemekaran wilayah yang kini masuk dalam administratif Kabupaten Nunukan.

Di Sebatik akan menjadi KTM dalam kawasan perbatasan. Sumber daya yang akan diutamakan adalah perkebunan sawit.

KTM ini berada di delapan desa dengan jumlah penduduk sebanyak 32.164 jiwa atau terdapat 7.438 KK.

Setelah tiga daerah ini, empat daerah lain juga akan menyusul dimekarkan mengingat aspirasi masyarakat untuk membentuk pemerintahan baru juga sangat kuat di empat wilayah tersebut.

Empat daerah itu adalah Kabupaten Berau Pesisir, wilayah ini masih masuk dalam pemerintah Kabupaten Berau. Kemudian hasrat masyarakat membentuk Kabupaten Paser Tengah. Wilayah ini masih masuk dalam Kabupaten Paser.

Selanjutnya adalah Kabupaten Kutai Utara. Wilayah ini masih masuk dalam pemerintahan Kabupaten Kutai Timur. Disusul Kabupaten Kutai Tengah yang saat ini masih termasuk dalam Kabupaten Kukar.

"Semua daerah yang ingin memekarkan diri itu aspirasinya langsung datang dari masyarakat dan tokoh-tokoh setempat. Di antara tujuan pemekaran adalah untuk mempercepat kemajuan daerah," demikian Awang.


Pemekaran Kalimantan Utara

Selain tiga daerah tingkat kabupaten itu, salah satu daerah usulan untuk pemekaran di Kaltim adalah pembentukan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) yang tidak disinggung gubernur, yakni meliputi Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kota Tarakan, Kabupaten Tana Tidung.

Padahal, pengamat masalah sosial politik Kalimantan Timur Prof. Sarosa Hamongpranoto pernah mengatakan bahwa pembentukan Kaltara sangat mendesak dalam mengatasi berbagai kerawanan di perbatasan yang terkait masalah ekonomi, sosial, politik luar negeri, Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) dan Hankamnas (pertahanan dan keamanan nasional).

Usulan pemekaran wilayah di utara Kaltim itu dengan alasan rasional serta sangat mendesak, yakni wilayah Kalimantan Timur terlalu luas, yakni 1,5 kali Pulau Jawa plus Pulau Madura serta kawasan berbatasan langsung dengan Malaysia baik Serawak maupun Sabah sehingga terkait erat dengan sektor Hankamnas.

Masalah perbatasan juga terkait erat dengan sektor Kamtibmas, pasalnya wilayah terlalu luas serta pengawasan yang lemah menyebabkan berbagai tindakan yang merugikan negara miliaran hingga triliun rupiah terjadi setiap tahun, antara lain dari aksi penjarahan hutan, pencurian ikan dan penyelundupan.

Belum termasuk berbagai kerawanan yang mengancam kedaulatan negara, seperti sempat memanasnya hubungan RI-Malaysia terkait blok Migas di Ambalat, serta dugaan perbatasan sebagai pintu masuk-keluar teroris dan persoalan TKI ilegal.

Contoh nyata persoalan perbatasan terkait erat dengan masalah perbatasan adalah hilangnya Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan dari pangkuan Ibu Pertiwi saat Indonesia berperkara dengan Malaysia di Mahkamah Internasional, Den Haag Belanda.

Setelah bersangketa sekitar 30 tahun akhirnya putusan pengadilan MI di Den Haag Belanda memenangkan pihak Malaysia. Ironisnya, fakta administratif dan historis seperti diabaikan oleh para hakim namun pertimbangan yang menyudutkan Indonesia saat itu karena dianggap tidak mampu mengelola lingkungan hidup secara baik.

Hal itu tentu menyakitkan namun faktanya menjelang keputusan akan diambil di kawasan utara Kaltim terjadi berbagai kasus perusakan lingkungan dari aktifitas pembalakan liar serta pembukaan lahan perkebunan yang hanya menjadi kedok untuk menjarah hutan.

Mengenai telah terbentuknya Badan Percepatan Pembangunan Kawasan Perbatasan Dan Daerah Terpencil yang dibentuk oleh Pemprov Kaltim disambut sejumlah kalangan dengan pasimistis.

Pasalnya, terkait dengan kapasitas sebuah lembaga sekelas badan (level dinas) yang harus mampu "mengkoordinir" berbagai kewenangan yang lebih tinggi dari sejumlah departemen yang terkesan jalan sendiri-sendiri dalam menjalankan programnya.

Salah satu solusi yang dianggap tepat adalah pemekaran wilayah untuk membentuk Provinsi Kalimantan Utara karena dengan sendirinya akan berdiri berbagai instansi level provinsi, antara lain Polda, Kejaksaan Tinggi, Korem serta berbagai instansi lain di bidang keuangan (Kantor Bea Cukai dan Kantor Perpajakan). (GFR/K004)

Pewarta: handr
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2010