Bogor (ANTARA News) - Pusat Penelitian Kehutanan Antarbangsa (CIFOR) yang berpusat di Bogor, Jawa Barat, mengemukakan model kampung konservasi yang dikembangkan Rimbawan Muda Indonesia dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah kawasan, khususnya yang berada di taman nasional.

Juru bicara CIFOR Budhy Kristanty dalam penjelasan kepada ANTARA di Bogor, Selasa menjelaskan, RMI menggagas pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat (PSDBHM) dan kampung dengan tujuan konservasi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang kawasannya meliputi Kabupaten Bogor, Kabupaten  Sukabumi dan Kabupaten Lebak (Provinsi Banten).

"Pola PSDHBM dan model kampung konservasi itu menjadi solusi yang dapat diterima masyarakat dan dapat diintegrasikan sebagai cara pengelolaan di zona khusus," katanya.
    
Ia menjelaskan, konservasi di Indonesia mengalami kebuntuan, baik kebuntuan hukum, kebijakan dan penegakan hukum, kebuntuan dalam menyelesaikan konflik dan perambahan, kebuntuan dalam usaha menyelaraskan konservasi dan pembangunan untuk kepentingan pusat da daerah, serta kebuntuan dalam menyelaraskan praktik-praktik tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dengan kepentingan konservasi/taman nasional.

Kebuntuan konservasi tersebut, katanya, disebabkan antara lain oleh kurangnya keberpihakan kebijakan yang mendukung peran serta masyarakat dalam proses pengelolaan sumberdaya alam secara lestari, kurangnya akses terhadap informasi,  minimnya tingkat interaksi dengan pihak lain dan kurangnya penghargaan terhadap kearifan dan pengetahuan lokal.

Menanggapi kebuntuan tersebut, katanya, CIFOR, RMI, dan Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI) dengan dukungan dana dari Ford Foundation, melakukan kerja sama untuk menguatkan ketahanan dan membangun kemampuan para pemangku kepentingan untuk mengelola hubungan kawasan konservasi dan masyarakat.

Bentuknya, RMI mengembangkan sekolah lapang rakyat (SLR), PILI
mengembangkan pemantauan partisipatif antara lain lewat "SMS Centre", sedangkan CIFOR mengkaji hubungan masyarakat dan perusahaan dengan kawasan konservasi.

Hasil semua kegiatan itu, kata dia, adalah terbentuknya visi mengenai bagaimana masyarakat dapat mengelola kawasan konservasi untuk tujuan konservasi maupun pemenuhan kebutuhan hidupnya, dengan memperhatikan kebutuhan adanya wilayah yang perlu dikonservasi.

Jika RMI menggagas PSDHBM dan kampung dengan tujuan konservasi di TNGHS, katanya, maka PILI bersama RMI, Bikal dan mitra lain mengembangkan media, sistem monitoring partisipatif (lewat SMS) dan wisata bertanggung jawab (ecowisata), sedangkan CIFOR didukung oleh PILI dan Karib Kutai menggagas pengembangan zona khusus di TN Kutai.

"Pada dasarnya ketiga organisasi sampai pada kesimpulan bahwa masyarakat tidak dapat dikeluarkan dari kawasan konservasi, dan karena itu ada kebutuhan untuk mencari jalan bagaimana menjembatani kebutuhan masyarakat dan konservasi," katanya.
(A035/R009)

Pewarta: rusla
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010