Jambi (ANTARA News) - Sedikitnya 21 tenaga kerja PT Daqing Jaya Petroleum Engineering (DJPE) yang merupakan Sub kontraktor PT Petro China Ltd, mendatangi DPRD Provinsi Jambi, Kamis, untuk mengadukan nasibnya.

Pasalnya perusahaan tempat mereka bekerja memberikan upah dan jaminan keselamatan yang tidak sesuai aturan Perusahaan.

Hal ini dikatakan salah satu karyawan perusahan PT DJPE bersama teman-temannya yang sudah lima hari ini mogok kerja.

Menurutnya, sesuai aturan yang berlaku, dirinya bersama teman-temannya berhak mendapatkan upah dan jaminan keselamatan yang sesuai aturannya. Pasalnya 21 tenaga kerja PT DJPE ini bekerja di bagian yang mempunayai resiko tinggi, yakni pekerja yang menggunakan bahan peledak dan radioaktif.

"Seharusnya kita mendapatkan jaminan keselamatan yang sesuai dengan aturan yakni menggunakan undang-undang migas. Tapi sekarang yang diterapkan undang-undang tenaga kerja umum, nah kan ini tidak cocok," ujar salah satu karyawan PT DJPE, yang yang mewanti-wanti agar namanya tidak disebutkan.

Bahkan ia mengungkapkan salah satu temannya bernama Didin pernah mengalami kecelakaan kerja, yakni terkena bahan ekplosif. Lalu korban hanya mendapatkan Jamsostek seperti karyawan umum, sehingga obat yang diberikan hanyalah obat ganerik.

`"Hanya dikasi obat kiloan dari Jamsostek yang bisa memekakkan kuping itu. Padahal kakinya jebol terkena ledakan itu," ujarnya miris.

Untuk itu, dalam tuntutannya 21 karyawan ini mencantumkan beberapa hal penting yang menjadi tuntutannya bersama teman-temannya. Poin satu, mereka menuntut perusahaan memenuhi asuransi kesehatan dan keselamatan kerja seperti yang diatur dalam undang-undang Migas.

"Ya karena kerja kita beresiko tinggi," tegasnya.

Butir selanjutnya, mereka menuntut pihak perusahan mengubah aturan lembur `standbye`. Dalam aturannnya, setiap orang yang bekerja di luar jam kerja itu dinamakan lembur. Saat ini diakuinya uang lembur itu ada, tapi masih kecil.

"Dalam aturannya, setelah jam kerja yakni pukul 17.00, jika kita berangkat lagi ke lokasi, kerja ataupun tidak kerja dihitung uang lembur. Tapi sekarang ini hanya dihitung `standbye`.

Memang ada uang lemburnya, namun nominalnya Rp400 perjam. Seharusnya saya saja dapat per jamnya Rp6000, akunya.

Selain itu, dalam butir ketiga mereka juga menuntut perusahan untuk memenuhi uang cuti tahunan. Sebelumnya, jelasnya lagi, kita pernah beberapa kali ganti Manajer dan nama perusahaan. Selama itu, dia dan teman-temannya selalu dapat uang cuti tahunan. Namun dengan pimpinan yang sekarang, pihaknya tidak pernah dapat lagi.

Padahal seharusnya, dalam aturan perusahan uang kesejahteraan karyawan itu tidak boleh dihapuskan atau dikurangi. "Seharusnya malah ditingkatkan. Namun ini tidak. Justru malah tidak ada sama sekali," jelasnya.

Butir terakhir, 21 karyawan ini juga meminta kenaikan gaji berkala. Selama ini, sejumlah karyawan yang sudah sampai 3-4 tahun bekerja diperusahaan tersebut baru satu kali mendapatkan kenaikan gaji. Ironisnya kenaikannya hanya Rp 20 ribu. "Itupun naiknya baru-baru ini, waktu pengangkatan dari karyawan kontrak ke karyawan tetap," ungkapnya.

Dari butir-butir tuntutan itu, menurutnya mereka tidak meminta semua tuntutan untuk dipenuhi, namun jika bisa perusahaan mendengar keluhan yang mereka sampaikan. "Minimal 50 persen dari tuntutan saja cukuplah," akunya.

Ia dan teman-temannya mengaku sudah mengadukan hal ini ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jambi namun dari penjelasan yang mereka dapat, pihaknya disuruh menunggu 7 hari kemudian.

"Mereka bilang seminggu lagi, dicoba difasilitasi untuk duduk bersama," katanya.

Namun jika memang nantinya tidak putus juga di Tripatrit, yakni antara perusahan, tenaga kerja dan Disnakertrans kita akan mengajukan ke Menteri tenaga Kerja dan Transmigrasi. Namun untuk sementara kita sampaikan juga ke DPRD dan Gubernur Jambi untuk menyelesaikan persoalan ini.

Sementara ketika dihubungi Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jambi, Rafli Nur mengatakan akan menyelesaikan persoalan ini dengan musyawarah. "Kita selesaikan dengan musyawarah dan mufakat, dalam arti tidak ada yang akan dirugikan lagi, nanti kita rapatkan," ujarnya via sms.

Humas PT DJPE, Charles ketika dihubungi via ponselnya tidak menjawab. Bahkan sms yang dikirimkan berkali-kali tidak juga ditanggapi.

Public Relation, PT Petro Cina, Ginanjar ketika dihubungi dari Jambi mengatakan baru mendengar persoalan ini. "Kita akan mengecek secepatnya laporan ini, nanti akan saya informasikan kembali," ujarnya. (YJ/K004)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2010