Gorontalo (ANTARA News) - Maraknya "pengaplingan" atau kotrak kerjasama antara pemerintah dengan media massa, dinilai menjadikan informasi yang tersampaikan kepada publik, cenderung bersifat sepihak.

Hal ini dikemukakan oleh Elnino M. Hussein Mohi, pengamat media di Gorontalo, Rabu.

"Dengan adanya kontrak halaman di koran, atau penguasaan segmen di media eletronik oleh pemerintah daerah, maka berita yang diakses masyarakat cenderung bersifat dari atas ke bawah, " ujarnya.

Padahal, sebagai lembaga pengambil kebijakan, pemerintah daerah seharusnya bersifat menyerap informasi dan aspirasi dari bawah ke atas, atau dari masyarakat.

Akibatnya, banyak pemberitaan di media massa, yang hanya mengumbar aktivitas atau apa saja yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan, dibanding mewartakan apa yang dialami dan dirasakan warga sebenarnya.

"Media hanya sibuk memberitakan peletakan batu pertama oleh si pejabat A, atau peresmian gedung oleh pejabat B, informasi hanya bersifat seremonial," Ujar Wartawan senior Gorontalo yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah RI itu.


Independen atau "In the Pemda"

Lebih jauh Elnino berpendapat bahwa modus hubungan kerja sama antara media massa dengan pemerintah daerah tersebut juga mengancam independensi media yang bersangkutan.

Dalam hal ini, yang paling banyak terkena imbasnya adalah wartawan, sebagai unsur di media massa yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

"Banyak wartawan yang sakit hati, karena beritanya yang diperoleh dari masyarakat, tidak bisa diekspos ke publik karena dinilai mengganggu kepentingan pihak-pihak tertentu," kata dia.

Oleh karena itu, lanjutnya, independensi media selama ini, kerap "diplesetkan" menjadi "In the Pemda", dalam pengertian bahwa wartawan dan media cenderung mencari keuntungan semata dari kerja sama dengan pemerintah, dengan mengesampingkan masyarakat.

"Dan hal ini, buka hanya terjadi di media lokal atau di Gorontalo, namun juga berlangsung di media-media nasional," ujarnya.(SHS/K004)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2010