Denpasar (ANTARA News) - Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia(AJI) Denpasar, Rofiqi Hasan, mengemukakan bahwa upaya membongkar korupsi APBD bisa berjalan lebih efektif jika menjadi agenda isu bersama media-media di daerah.

"Hal penting dalam peliputan investigatif guna melacak dugaan penyimpangan APBD adalah perlunya dukungan jaringan advokasi dan strategi bersama media," katanya dalam lokakarya jurnalistik yang digelar Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) di Denpasar, Selasa.

Dalam mengawal isu korupsi APBD, katanya, media kerap kali hanya berjalan sendiri dan kurang didukung jaringan, sperti LSM dan organisasi lainnya.

Padahal, kata dia, antarmedia dan organisasi lain, semisal LSM bisa jalan bersinergi untuk satu kepentingan, yakni mengawasi pelaksanaan anggaran sejauh mana kepentingan publik telah terakomodasi di dalamnya.

Menurut dia, jika antarmedia bisa menjadikan isu korupsi APBD sebagai agenda bersama, hasilnya akan jauh lebih efektif. Selain itu, perlunya kemasan liputan investigasi dibuat lebih seksi sehingga mengundang perhatian dan meraih dukungan publik.

Problemya, kata Rofiqi, media atau wartawan tidak punya cukup energi untuk mengawal kasus korupsi anggaran di daerah. Selain itu adanya benturan kepentingan bagian redaksi dan marketing juga mempengaruhi fokus media terhadap isu korupsi anggaran.

"Teman-teman baru tahu adanya penyimpangan setelah kasusnya masuk ke kajaksaan, padahal mestinya bisa dikawal sejak proses penyusunan mulai dari tingkat bawah musyawarah perencanaan kecamatan hingga musyawarah perencanaam tingkat kabupaten," katanya.

Hal sama disampaikan peneliti "Indonesian Corruption Watch" (ICW) Firdaus Ilyas saat menjadi pembicara di lokakarya peliputan investigatif APBD dan pelayanan publik yang dilaksanakan LPDS bekerja sama dengan "Friedrich Ebert Stiftung" dan PWI Bali itu.

Menurut Firdaus, yang kerap luput dari perhatian media adalah bagaimana proses penyusunan anggaran, pembahasan pelaksanaan dan pengawasannya.

Karena itu, katanya, media perlu juga membekali pengetahuan bagaimana struktur APBD itu dibuat. Media bisa melakukan kontrol anggaran apakah sudah mencerminkan kebutuhan dan aspirasi rakyat atau sebaliknya, hanya untuk kepentingan kelompok tertentu.

Ia juga sepakat bahwa perlu langkah bersama antara media dan LSM dalam mengawal isu anggaran.

Sementara itu, Prof. DR Wayang Windia dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bali mengemukakan, perlunya standar baku operasional (Standard Operasional Procedure/SOP) sebagai panduan wartawan untuk liputan investigasi mesalah APBD.

"Standar baku liputan investigatif sudah ada dalam literatur jurnalisme, namun khusus APBD perlu juga disusun bersama-sama oleh organisasi wartawan, perusahaan pers dan pemangku kepentingan media massa," ujarnya menambahkan.

"Sekarang belum ada media yang konsisten dan fokus pada isu anggaran. Kami akui banyak proses-proses anggaran yang lepas dari kawalan kami juga. Kami hanya tahu setelah pembahasan anggaran di musrenbang selesai," kata Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (BHI) Bali Sri Widyastuti.

Menurut dia, upaya mengkritisi kebijakan dan anggaran publik kurang menarik, karena selama ini media dan LSM tidak fokus dalam mengawal isu tersebut.

Setelah kasus terungkap, media tidak mengawal secara tuntas. Bahkan, ada kasus bupati yang korupsi, namun dalam proses hukum selanjutnya tidak dikawal media, sampai kemudian bupati itu maju dan terpilih kembali.

"Ini kan jadi menyedihkan," katanya.
(T.M026/R014/P003)

Pewarta: priya
Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2010