Jakarta (ANTARA News) - PT Pertamina (Persero) dan PT Medco Energi Internasional Tbk menyatakan kesiapannya menjalankan proyek pengembangan gas Senoro di Sulawesi Tengah, dan menjalankan keputusan pemerintah mengenai porsi ekspor dan pasokan domestik.

Demikian disampaikan Vice President Communication Pertamina Basuki Trikora Putra dan Direktur Proyek Medco Lukman Mahfoedz saat dihubungi di Jakarta, Minggu.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa sebelumnya mengatakan, pemerintah akan segera mengambil keputusan proyek Senoro dengan opsi 70 persen hasil produksi gas untuk ekspor dan 30 persen buat konsumsi domestik yakni pabrik pupuk dan pembangkit listrik.

Sumber di pemerintahan menyebutkan, keputusan Senoro akan dilakukan pemerintah pada Selasa (25/5).

Opsi kombinasi tersebut dinilai telah memenuhi kebutuhan gas domestik secara optimal yakni buat kebutuhan pupuk dan pembangkit listrik di Sulawesi Tengah.

Hatta juga mengatakan, secara keseluruhan, Indonesia tidak mengalami defisit gas, bahkan cenderung mempunyai stok yang berlimpah seperti dari Mahakam.

Hanya saja, lanjutnya, memang gas tidak terserap dengan optimal di dalam negeri, karena Indonesia terlambat membangun infrastruktur gas.

Basuki Trikora Putra mengatakan, pihaknya siap menjalankan keputusan Senoro dengan opsi kombinasi ekspor dan domestik.

"Kami berharap keputusan segera ditetapkan, sehingga proyek bisa dilanjutkan," katanya.

Pertamina menghitung, skenario 70 persen ekspor dan 30 persen akan memberikan keuntungan optimal bagi negara yakni 6,4 miliar dolar AS selama 15 tahun kontrak.

Hal senada dikemukakan Lukman Mahfoedz.

Ia mengatakan, jika memang diputuskan pekan depan, maka pihaknya akan segera mengonfirmasikan ke para pembeli LNG dan menyelesaikan perjanjian jual belinya.

Para pembeli Senoro adalah Chubu Electric satu juta ton per tahun, Korea Gas (Kogas) 700 ribu ton per tahun, dan Kyushu Electric 300 ribu ton per tahun.

Selanjutnya, menurut Lukman, pihaknya juga akan memproses surat persetujuan penunjukan penjual (sales appointment agreement/SAA) dengan BP Migas sekaligus persetujuan pengeluaran (approval for expenditure/AFE) dan menyelesaikan permasalahan detail komersial baik di hulu maupun hilir.

"Itu semua kami perkirakan butuh waktu selama enam minggu sebelum FID (final investment decision) bisa diputuskan," katanya.

Lukman menambahkan lagi, setelah FID disetujui, maka perlu waktu selama 42 bulan masa pembangunan (engineering, procurement, and construction/EPC) guna mencapai tahapan uji coba (commisioning) kilang LNG.

"Jadi, insya Allah awal 2014 baru operasi," katanya.

Namun, ia mengingatkan, pihaknya harus bekerja ekstra cepat karena para pembeli LNG Senoro menghendaki pasokan sesuai jadwal yakni pada awal tahun 2014.

"Kalau tidak mereka akan mencari pemasok yang lain," katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PAN, Alimin mengatakan, sejak awal, pihaknya sudah mendesak agar proyek Senoro segera diputuskan.

Pertimbangannya, selain memberi kepastian bagi investor dan pembeli gas, juga akan memonetisasi proyek yang sudah puluhan tahun terkatung-katung tidak dikembangkan.

"Pemerintah harus segera putuskan," katanya.

Menurut dia, Komisi VII DPR akan mendengar langsung keterangan pemerintah soal Senoro dari Hatta Rajasa dalam rapat kerja pada Selasa (25/5).

"Mudah-mudahan pada Selasa itu sudah ada keputusan," ujarnya.

Alimin meyakini, konsorsium nasional yakni Pertamina dan Medco mampu menggarap proyek Senoro dengan baik.

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Ires) Marwan Batubara juga mengatakan, Pertamina dan Medco mampu menyelesaikan proyek Senoro.

"Selama ini, mereka tidak diberi kesempatan," katanya.

Menurut dia, asal ada gas dan telah mendapat komitmen pembeli, maka kontraktor nasional mampu menggarap proyek sesulit apapun.

"Pemberi pinjaman tentu akan mau masuk kalau sudah ada kepastian pembeli gas dan kalau teknologi juga bisa disewa. Jadi, asal diberi kesempatan, pasti mampu," katanya.

Marwan menambahkan, sebenarnya gas Senoro sebaiknya memang buat domestik. Namun, terkendala ketersediaan infrastruktur dan harga keekonomian.

"Kalau Senoro dipaksakan buat ekspor, maka harus ada alternatif penuhi kekurangan domestik dari ladang lain dan harus ada kontrak yang pasti, apakah dari Mahakam, Cepu, Tangguh atau Masela," katanya.

(T.K007/S026)

Pewarta: surya
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2010