Sidoarjo (ANTARA News) - Ratusan korban lumpur membawa ogoh-ogoh (patung besar) bergambar Aburizal Bakrie (Ical) dalam memperingati empat tahun semburan lumpur di tanggul kolam penampungan lumpur, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu.

Siti Amanah, satu di antara warga korban lumpur mengatakan, ogoh -ogoh merupakan simbol keburukan seperti yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali.

"Karena itu, ogoh-ogoh ini sengaja kami buat sebagai simbol keburukan yang dilakukan oleh Lapindo," katanya.

Ia mengemukakan, mengenang empat tahun semburan lumpur yang jatuh tepat tanggal 29 Mei ini, mereka juga bersama-sama menaiki tanggul dengan membawa berbagai macam spanduk yang bertuliskan tuntutan agar Lapindo Brantas segera menyelesaikan ganti rugi korban lumpur baik 20 persen maupun 80 persen.

Sebelum menaiki tanggul, warga juga disuguhi aksi panggung tentang musibah lumpur yang menyedihkan mereka.

"Acara ini digelar sebagai peringatan supaya Lapindo segera menyeleseikan ganti rugi aset tanah dan bangunan warga yang terendam lumpur untuk segera dilunasi," katanya.

Menurutnya, hingga saat ini banyak warga yang belum mendapatkan ganti rugi dan belum lunas dibayar ganti rugi yang sudah menjadi hak mereka.

"Sampai kapan para korban lumpur ini nasibnya diperhatikan. Padahal mereka sudah lama menderita akibat lumpur ini," katanya.

"Tuntutan warga tak neko-neko. Lunasi pembayaran ganti rugi yang sudah disepakati bersama, itu saja. Biar mereka bisa memulai kehidupan baru yang lebih layak," katanya.

Usai mengenang munculnya semburan, mereka juga melampiaskan kekesalannya dengan melakukan pemukulan terhadap kardus yang dibentuk mirip dengan wajah Aburizal Bakrie lalu kemudian dibuang ke kubangan lumpur.

"Inilah pelampiasan kami sebagai simbol penderitaan warga korban lumpur," katanya.

Selain itu, aksi teatrikal juga mewarnai perayaan empat tahun lumpur Lapindo.

Pada aksi tersebut sebanyak empat orang yang hanya mengenakan celana pendek tanpa baju menari-nari di tanah tanggul di bawah teriknya matahari dengan dikelilingi para warga.

Tak hanya menari, mereka juga tiduran dan berjungkir balik dengan kepala di bawah, kaki di atas. Aksi jungkir balik itu melambangkan kebenaran dan keadilan yang sudah dibolak-balik. Benar jadi salah dan salah jadi benar.
(A040/A024)

Pewarta: wibow
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2010