Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak segenap bangsa Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang hidup guna menghadapi tantangan dan perubahan jaman.

Dalam pidatonya pada acara peringatan pidato Soekano 1 Juni 1945 di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa, Presiden menyatakan Pancasila tidak boleh diperlakukan sebagai dogma apalagi dikeramatkan.

"Mari kita terus menjadikan Pancasila sebagai living ideology dan working ideology yang adaptif, responsif. Tentu tidak patut kita memperlakukan Pancasila sebagai dogma kaku, apalagi dikeramatkan," tuturnya.

Perlakuan tidak tepat itu, lanjut Presiden, justru hanya menghalang-halangi Pancasila untuk merespons tantangan jaman baik pada tingkat nasional maupun dunia.

Dalam pidatonya sekitar 30 menit di depan anggota MPR, pimpinan lembaga negara, mantan presiden dan wakil presiden dan sejumlah mantan pejabat negara, Presiden Yudhoyono menjelaskan falsafah Pancasila yang diadopsi menjadi dasar negara Indonesia itu masih aktual digunakan sebagai pedoman mengatasi tantangan dan perubahan jaman.

Karena itu, Presiden mengatakan, sudah tidak sepatutnya lagi masih ada perdebatan tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.

"Mari kita patrikan dan hentikan debat tentang Pancasila sebagai dasar negara karena itu kontraproduktif dan ahistoris," ujarnya.

Presiden dalam pidatonya juga menyatakan Pancasila yang digali dari pikiran Bung Karno sejak usianya 18 tahun itu sesungguhnya dapat menciptakan peluang guna menjawab berbagai persoalan global sehingga sikap defensif dalam menghadapi perubahan jaman dapat diubah menjadi sikap proaktif yang lebih produktif.

Contohnya, menurut dia, adalah pergulatan masyarakat dunia dalam menemukan tatanan ekonomi yang paling tepat setelah era perang dingin yang memenangkan kapitalisme namun ternyata menunjukkan wajah buruknya pada krisis ekonomi global 2008 karena menimbulkan kesenjangan lebar antara negara maju dan terbelakang.

Sedangkan Pancasila sejak awal sudah merumuskan bahwa kesejahteraan sosial harus berdampingan dengan keadilan sosial.

"Terhadap semua itu Indonesia sepatutnya tak perlu silau, karena kembali kepada apa yang terkandung dalam Pancasila dan resep dasar dan fundamental ekonomi kita pilih kesejahteraan yang berkeadilan sosial," ujarnya.

Dalam era globalisasi yang seringkali dianggap sebagai ancaman karena kian menciptakan dunia tanpa batas yang dapat menggerus nilai kebangsaan, lanjut Presiden, nilai-nilai terkandung dalam Pancasila juga masih relevan.

Dalam butir-butir pemikiran yang disahkan menjadi dasar negara pada 18 Agutus 1945 itu, Kepala Negara mengatakan, Soekarno telah menyandingkan nasionalisme dengan kemanusiaan atau internasionalisme.

"Aplikasinya, marilah tidak kita jadikan nasionalisme itu narrow nasionalism, dan jangan kita memusuhi bangsa-bangsa lain di dunia atau yang serba asing. Dalam globalisasi kita harus percaya diri, tidak perlu harus gamang dan melihat sebagai ancaman sesungguhnya, karena sejak lahirnya Pancasila sudah disatukan antara nasionalisme dan internasionalisme,"  tutur Presiden.

Kehadiran Presiden berpidato di depan MPR atas undangan Ketua MPR Taufiq Kiemas guna menyosialisaikan empat pilar bernegara, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
(D013*D012/A024)

Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2010