Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap akan mengusut kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar) di sejumlah daerah, meski salah seorang tersangka, Hengky Samuel Daud, meninggal dunia.

"Kami masih melakukan pengembangan kasus damkar itu," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi di Jakarta, Rabu.

Sampai sekarang, katanya, KPK masih terus mengumpulkan data dan alat bukti untuk membuktikan keterlibatan pihak lain dalam kasus itu.

"Apabila dalam pengembangan itu kami menemukan dua alat bukti yang cukup, siapa pun yang terlibat akan ditindak," kata Johan menambahkan.

Hengky Samuel Daud meninggal dunia pada Selasa (1/6) sekira pukul 21.00 WIB. Hengky yang sudah divonis bersalah itu meninggal di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta.

Johan Budi menjelaskan, Hengky menjalani perawatan kesehatan sejak dua pekan lalu akibat mengalami sejumlah gangguan kesehatan, antara lain liver dan jantung.

Sebelum ditangkap KPK, Hengky sempat buron selama hampir tiga tahun. Setelah tertangkap, dia disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Pada akhirnya, Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan vonis kepada Hengky Samuel Daud 18 tahun penjara.

Vonis pada tingkat banding itu lebih berat daripada vonis 15 tahun penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Majelis hakim pada tingkat banding juga menjatuhkan denda Rp500 juta subsider enam bulan penjara.

Kemudian, Hengky yang juga pengusaha itu diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp82 miliiar dikurangi nilai sepuluh unit mobil pemadam kebakaran jenis V80 ASM yang sudah disita.

Jika uang pengganti itu tidak dibayarkan, Hengky diwajibkan menjalani pidana penjara selama lima tahun, atau dua tahun lebih lama daripada keputusan pengadilan tingkat pertama.

Putusan itu dijatuhkan majelis hakim dengan pertimbangan nilai yang dikorupsi cukup besar sehingga mempengaruhi kemakmuran rakyat.

Kemudian, perbuatan Hengky juga menyeret para pejabat penyelenggara negara, sehingga merusak citra penyelenggaraan negara.

Majelis juga berpendapat, Hengky telah memaksa sejumlah pemerintah daerah untuk membeli mobil pemadam kebakaran melalui PT Istana Sarana Raya dan PT Satal Nusantara miliknya.

Johan Budi menjelaskan, saat ini KPK masih dalam proses mengeksekusi uang pengganti yang menjadi kewajiban Hengky.

Jika tidak ada keputusan hakim pada tingkat kasasi, KPK akan menjadikan putusan banding sebagai dasar eksekusi.

Kasus itu bermula saat Hengky bekerja sama dengan mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Departemen Dalam Negeri, Oentarto Sindung Mawardi untuk membuat arahan berupa radiogram nomor 027/1496/OTDA tertanggal 12 Desember 2002.

Radiogram yang ditandatangani oleh Oentarto itu berisi perintah kepada sejumlah daerah untuk melaksanakan pengadaan mobil pemadam kebakaran tipe V80 ASM. Mobil jenis ini hanya diproduksi oleh PT Istana Saranaraya milik Hengky Samuel Daud.

Pengadaan mobil pemadam kebakaran itu kemudian dilakukan di sejumlah daerah antara lain Otorita Batam, Bengkulu, Bali, Jawa Tengah, Maluku Utara, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Riau, Kalimantan Timur, Jawa Barat.

Kemudian Kabupaten Tanggamus, Lampung Tengah, Boolang Mongondow, Minahasa, Kepulauan Talaud, Kota Jambi, Kendari, Kota Medan, dan Kota Makasar.

Dalam beberapa kesempatan, Oentarto yang sudah dinyatakan bersalah menyebut pembuatan radiogran itu diketahui oleh Hari Sabarno ketika menjadi Menteri Dalam Negeri.

(F008/S026)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2010