Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR yang juga Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional Taufik Kurniawan mengatakan, wacana alokasi Rp15 miliar per anggota DPR tidak ada kaitan sama sekali dengan keberadaan koalisi, oposisi maupun sekretariat gabungan.

Dana itu, menurut Taufik Kurniawan kepada pers di Gedung DPR/MPR di Jakarta, Jumat, sebenarnya sudah ada selama ini, namun penyampaian batasan nilai dana sebesar Rp15 miliar seperti usulan Golkar memang membuat pandangan orang menjadi lain terhadap DPR.

Dia berharap masyarakat dapat mengerti tujuan dari usulan itu bahwa setiap anggota DPR sesuai UU memang berkewajiban untuk membela kepentingan daerah pemilihan.

"Dana alokasi untuk daerah pemilihan ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan keberadaan koalisi, oposisi dan setgab. Tanpa adanya setgab, setiap anggota DPR disumpah termasuk didalamnya memajukan daerah pemilihannya masing-masing," katanya.

PAN berpandangan bahwa yang salah dalam penyampaian dana untuk daerah pemilihan adalah adanya pembatasan "value" sebesar Rp15 miliar.

Dana untuk daerah pemilihan sebenarnya sudah ada dari dulu dan sudah digunakan selama ini melalui mekanisme program. DPR dengan hak budgeting hanya bisa menyusun anggaran tapi tidak bisa menggunakannya.

"Artinya, DPR boleh menyampaikan usulan anggaran untuk pembangunan daerah dan itu kami lakukan. Banyak kok program yang kami sampaikan nilainya jauh lebih tinggi dari Rp15 miliar. Coba tengok saja, misalnya, pembangunan Jembatan Suramadu itu, pertama kali usulannya dari lembaga legislatif, angkanya pun jauh diatas Rp15 miliar. Jadi kami sudah melakukan itu. Kalau kami tidak memperhatikan dapil kami, selain melanggar UU juga apa gunanya menjadi wakil rakyat untuk dapil kami," kata Taufik.

Menurut Taufik Kurniawan, setiap anggota DPR harus menjadi penyambung lidah masyarakat. Anggota DPR dimana pun sebagai wakil partai juga mewakili rakyat di dapilnya, apalagi dengan pemilihan sistem suara terbanyak seperti saat ini, tentunya bentuk perwakilan anggota DPR kepada dapilnya harus semakin dirasakan.

"Memang harus melalui mekanisme, misalnya, kita berjuang melalui penyampaian program ke pemerintah. Jadi jangan kita seolah dianggap membagi-bagi jatah `kue` dengan usulan ini. Kita mengusulkan program bukan uang," katanya.

Sementara itu Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR yang kini menjadi Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum mengatakan, DPP PD sedang mengkaji manfaat dan mudharatnya pemberian dana bagi daerah pemilihan ini. Hal ini karena menyangkut anggaran negara yang cukup besar dan harus digunakan dengan asas manfaat.

"Anggaran ini `kan besar. Jadi penggunaannya harus dengan asas manfaat. Kami masih mengkajinya apakah ini bermanfaat bagi rakyat dan memiliki akuntabilitas yang tinggi," katanya.

Wakil Ketua DPR dari PKS, Anis Matta mengakui dirinya diminta oleh fraksi-fraksi lainnya untuk mengkaji kembali mengenai usulan ini. Namun secara prinsip, PKS tidak menyetujui hal ini. Usulan ini sudah melampaui kewenangan DPR sebagai legislator.

Selain itu, kalau dana itu pada akhirnya dikelola pemerintah dan bukan oleh DPR juga tidak ada bedanya dengan sistem yang telah berlangsung selama ini.

"Dana itu toh akhirnya dikelola pemerintah, bukan di tangan anggota Dewan, tapi untuk dapilnya, lalu untuk apa?," katanya.

Fraksi PKS juga tidak setuju karena jika hal itu dilakukan. Jika dana itu dialokasikan ke dapil maka alokasi yang terbesar di Pulau Jawa, karena anggota dewan paling banyak di Jawa.

"Itu akan membuat pembagian jatah pembangunan menjadi tidak merata dan ini akan merusak pembangunan nasional secara keseluruhan. Persoalan kita dalam pembangunan ini `kan, daerah jauh di luar Jawa itu kurang penduduk, tapi kaya sumber daya alam, cuma miskin infrastruktur. Infrastruktur Jawa sudah relatif bagus, justru perhatian pemerintah perlu di luar Jawa," katanya.

Jika hal ini dilakukan, kata dia, akan berdampak pada DPRD karena karena mereka akan meminta hal yang sama. Secara keseluruhan, kalau dilihat memang dananya kalau di total di APBN tidak terlalu besar, tapi pola ini tidak relevan dengan tugas DPR.

Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto mengakui adanya rapat sekretariat gabungan (setgab) koalisi pada Kamis malam yang membahas persoalan anggaran sebesar Rp15 miliar untuk tiap anggota DPR .

Dalam rapat itu, diputuskan bahwa setgab yang terdiri atas partai-partai koalisi pemerintah di DPR menyetujui usulan tersebut yang dinamakan dana alokasi program dan pemerataan daerah pemilihan.

"Soal Rp15 miliar , kita sudah rapat setgab tadi malam. Hasilnya menyetujui usulan tersebut. Namanya dana alokasi program dan pemerataan daerah pemilihan. Program sudah disiapkan karena dengan dasar pasal 15 ayat 3 dan 5 UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, DPR dapat mengusulkan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam UU tentang APBN," ujar Setya kepada wartawan di Gedung DPR.

Usulan ini, menurut dia, juga sudah sesuai dengan pengalaman beberapa negara demokratis seperti Amerika Serikat, Filipina, Swedia, Norwegia dan Denmark. Bahkan di Filipina, kata Setya, besaran anggaran yang diberikan kepada setiap anggota dewan untuk daerah pemilihannya adalah Rp60 miliar.

Setya juga mengatakan bahwa usulan pengalokasian ini sebagai bentuk pertanggungjawaban anggota DPR terpilih kepada dapilnya.

"Nanti yang mengusulkan pemda kepada anggota DPR, lalu anggota DPR menyerahkan ke Badan Anggaran DPR, lalu dirapatkan dengan pemerintah dan nanti diselaraskan dengan alokasi program pemerataan dapil. Setelah disetujui, anggaran dikucurkan ke APBN, daerah yang melakukan tender untuk melaporkan ke pemerintah pusat. Setelah itu, terealisasi maka anggaran kemudian akan diaudit oleh BPK," kata Setya sambil menjelaskan bahwa anggaran itu nantinya hanya digunakan untuk program kesehatan, pendidikan dan infrastruktur.

Ketua DPR, Marzuki Alie mengatakan bahwa anggaran untuk daerah pemilihan itu adalah program yang baik, namun hendaknya hal itu diberikan kepada DPR dalam bentuk program dan bukan uang. Selama ini anggota DPR seringkali tidak jelas memperjuangkan daerahnya. Wakil daerah seringkali bicara banyak, namun tidak jelas apa realisasinya.

"Kalau bentuk program, jembatan rusak, sekolah rusak tidak apa. Pembangunan daerah teralokasikan dengan baik. Kalau anggota DPR tidak punya kewenangan sama sekali `kan repot juga. Yang penting program tersebut masuk APBD. Kalau dikasih Rp15 miliar langsung, itu namanya perampokan, tapi kalau bentuk program bagus dong," katanya.

Menurut Marzuki, jika konsep membawa uang ke dapil masing-masing, maka hal itu harus diubah. DPR hanya membantu daerah membuat program sesuai permintaan konstituen untuk kemudian disampaikan ke pemerintah untuk direalisasikan.

"Karena APBD tidak cukup ya.. kasih APBN. Anggota Dewan hanya menyampaikan program daerah, penyalurannya tetap dari pemerintah," kata Marzuki.

Kalau anggota DPR memiliki program yang bisa dilaksanakan untuk daerah pemilihannya, anggota DPR tidak perlu mencari uang dari sana-sini untuk dapilnya yang bisa bersinggungan dengan perilaku koruptif.

Dengan program ini, hal itu bisa dihindari.

"Selama ini kita seringkali dimaki oleh konstituen, dimana perjuangan kami untuk daerah pemilihan, karena kita memang tidak memiliki anggaran untuk pembangunan. Gaji segini, uang darimana? Akhirnya korupsi. Ini untuk menghindari korupsi. Selama ini, ambil sana-sini, untuk konstituennya," katanya.

Marzuki menambahkan, usulan ini memang rawan penyelewengan dalam realisasinya sehingga dirinya mengharapkan program ini jika terlaksana dapat diawasi dengan ketat.

Jika program yang sangat positif ini tidak diawasi dengan ketat, maka bisa saja dimainkan oleh broker anggaran.

"Kenapa ada broker, karena tidak jelas aturannya. Jangan karena di Badan Anggaran saja dia dapat, yang lain tidak. Pengawasan juga bisa melibatkan BPK dan BPKP," katanya.(*)
(S023/A011/R009)

 

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010