Samarinda (ANTARA News) - Sebanyak 52 tempayan kubur (tajau) yang diperkirakan dibuat pada abad ke-16 hingga 18 masehi ditemukan di Kecamatan Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Tempayang kubur tersebut ditemukan para peneliti dari Balai Arkeologi Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang melakukan penggalian sejak 16 Mei hingga 4 Juni 2010.

"Dari salah satu lokasi penggalian, kami menemukan 51 tajau kemudian di tempat lain yang hanya berjarak sekitar dua meter ditemukan lagi satu tempayan," ungkap Ketua Tim Peneliti Penguburan Tajau, Bambang Sugianto, ditemui di lokasi penemuan kuburan kono, di Kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara, Sabtu.

"Temuan ini merupakan pertama kali di Kaltim dan merupakan kuburan kuno terbesar di Kalimantan bahkan di Indonesia sebab di beberapa tempat biasanya hanya ditemukan satu hingga tiga tempayan kubur," katanya.

Tiga dari 52 tempayan yang ditemukan itu, kata dia, masih dalam kondisi utuh.

"Tiga tempayan yang masih untuh kami serahkan ke museum, sementara lainnya akan kami timbun kembali sambil menunggu hasil koordinasi dengan pemerintah daerah, instansi terkait dan pemilik lahan," ujar Bambang Sugianto.

Kuburan batu ini bentuknya silindris, terdiri dari dua bagian yakni bagian wadah tempat diletakan tulang belulang dan bagian tutup.

Tempayan tersebut berfungsi sebagai `kuburan sekunder` (tempat penyimpanan sisa jenazah/kerangka).

"Terdapat dua jenis tempayan yang kami temukan yakni, berbentuk ramping sebanyak 18 buah dan tambun 34 buah. Tempayan ramping tingginya 82 centimeter, lebar mulut 22 centimter dan diameternya 49 centimeter. Sementara, tempayan tambun memiliki tinggi 70 centimeter, lebar mulut 20 centimeter serta diameternya 50 centimeter dengan masing-masing tempayan berisi satu jasad," katanya.

"Setiap tempayan memiliki penutup berbentuk piring terbuat dari keramik yang diperkirakan dibuat pada abad ke 18," kata Ketua Tim Peneliti Penguburan `Tajau` itu.

Namun, Bambang Sugianto mengaku belum bisa memastikan asal usul dan jenis ras tulang belulang manusia yang ditemukan itu.

"Kami telah mengirimkan contoh tulang dan tanah untuk diteliti tentang asal-usul ras dan etnis tulang belulang serta kapan penguburan sekunder itu dilakukan. Penutupan areal ini dilakukan untuk menjaga agar tidak dirusak sehingga jika diperlukan akan dibuka lagi," kata Bambang Sugianto.

Sementara itu, Kepala BP3 (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala) Samarida, Wilayah Kaltim, Edi Tri Haryantoro, mengaku, temuan kuburan kuno itu memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi.

"Temuan ini sangat bernilai, baik dari aspek penelitian, pelestarian maupun aspek pemanfaatan. Dari segi validitas, temuan ini memperlihatkan data tentang sistem budaya dan sosial masyarakat kita pada zaman dahulu," katanya.

"Jika dilihat dari segi fisik, kuburan ini berasal dari jaman sebelum masa kolonial di Sangasanga. Jadi, temuan ini memiliki nilai budaya dan sejarah yang sangat tinggi," ungkap Edi Tri Haryantoro.
(T.A053/M012/P003)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2010