Teluk Meranti (ANTARA News) - Sebanyak 1,6 juta hektare lahan di Riau berpeluang dijadikan sebagai kawasan moratorium di Riau terkait skenario kerjasama REDD (Reducing Emission Deforestasion and Degradation) antara Indonesia dan Norwegia.

"Sebanyak 800.000 hektare diantaranya bisa diselamatkan, namun 800.000 hektare lainnya belum jelas apakah bisa diselamatkan atau tidak. Dikarenakan masih bermasalah dengan perizinan yang tumpang tindih," kata Juru Kampanye Greenpeace Asia Tenggara, Yuyun Indradi, di desa Teluk Meranti, Pelalawan, Riau, Senin.

Ia mengatakan, saat ini terdapat sekitar 324 perizinan yang masih bermasalah antara masyarakat dan perusahaan. Diantaranya sudah ada skenario pihak perusahaan untuk kedepannya. Jika yang belum ada rencana kedepannya, lanjutnya, maka lahan yang sudah diberi izin tersebut besar kemungkinan direstorasi.

"Dari perjanjian kerjasama tersebut, juga disebutkan bahwa Indonesia harus menyelesaikan konflik yang berhubungan dengan tanah seperti permasalahan izin," ujarnya.

Dari sejumlah lahan tersebut, ada beberapa diantaranya masih berada ditangan pihak perusahaan. Oleh karena itu, pihak pemerintah harus menyelesaikan masalah itu.

"Untuk wilayah Semenanjung Kampar terdapat sekitar 700 ribu hektare. Namun sayangnya, komitmen pemerintah kurang tegas, karena pihak pemerintah kadang menyebutkan lahan di Kampar, kadang tidak," kata dia.

Ia menambahkan bahwa pihak Norwegia akan memberikan uang senilai 1 miliar dolar AS, jika Indonesia bisa menurunkan emisi setiap tahunnya. Sebagai catatan, setiap tahunnya terjadi laju kerusakan hutan hingga 1,1 juta hektare di Riau saja.
(T.KR-IND/Y006/P003)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2010