Surabaya (ANTARA News) - Pengamat politik dari Unair Surabaya Aribowo MA menilai keterbukaan bisa menjadi masalah bagi PKS (partai keadilan sejahtera) di masa depan.

"Partai ideologi atau partai kader itu akan mempunyai problem bila ingin menjadi partai massa atau partai terbuka," katanya kepada ANTARA di Surabaya, Kamis.

Ia mengemukakan hal itu menanggapi hasil Musyawarah Nasional (Munas) ke-2 PKS di Jakarta pada 16-20 Juni lalu, yang antara lain menetapkan tekad untuk memperluas basis massa.

Perluasan basis massa sudah dimulai PKS sejak Pemilu 2009 dengan menjadikan 20 anggota non-Muslim sebagai anggota legislatif PKS, dan jumlah itu akan semakin ditingkatkan.

Menurut Aribowo yang juga dosen Fisip Unair Surabaya itu, keterbukaan memang dimaksudkan untuk memperluas basis massa, karena orientasi kader atau ideologi itu sulit diperluas.

"Tapi, partai ideologi yang menjadi partai massa itu akan mendorong ideologi menjadi bahan pragmatisme, sehingga ideologi bukan lagi menjadi orientasi, tapi orientasi pada kekuasaan," paparnya.

Aribowo yang kini menjadi Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair Surabaya itu mengatakan orientasi kekuasaan dari partai ideologi itu mungkin dapat dipahami kader PKS sendiri.

"Tapi, massa bisa menjadi tidak simpatik lagi, karena mereka akan menganggap PKS sama dengan partai lainnya. Bahkan kader yang merasa `tergusur` pun bisa berpandangan sama," ucapnya menegaskan.

Ia menambahkan PKS hingga kini tergolong mampu memobilisasikan kader dalam pilkada, meski PKS harus bergandengan dengan PDS seperti dalam Pilkada Surabaya.

"Kalau dalam pilkada tidak menjadi masalah maka hal itu belum teruji bila `keragaman` itu dalam pembagian kursi legislatif, apakah kader masih dapat dimobilisasikan?" tuturnya menambahkan.

Pada Pemilu 1999, PKS mendapat tujuh kursi di DPR RI, pada Pemilu 2004 mendapat 45 kursi DPR RI serta tiga kursi menteri, lalu pada Pemilu 2009 mendapat 57 kursi DPR RI serta empat kursi menteri.(E011/C004)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2010