Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) segera mengajukan uji materi Peraturan Pemerintah tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar ke Mahkamah Agung.

"Dampak dari implementasi PP itu membuat kami was-was dan berpotensi membuat iklim usaha sektor properti tidak kondusif," kata Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi DPP REI Djoko Slamet Utomo kepada pers di sela sosialisasi program "REI Family Umrah 2010", di Jakarta, Kamis.

Tujuan uji materi terhadap PP Nomor 11 Tahun 2010 itu, kata Djoko, adalah untuk dikaji ulang karena substansinya dikhawatirkan menimbulkan konflik.

Djoko mengakui para pengembang mulai khawatir dengan implementasi PP itu karena masih banyak cadangan lahan yang belum dimanfaatkan.

Sejumlah pengembang di beberapa daerah, lanjut dia,
sudah dikirimi surat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengenai status tanah-tanah yang belum digunakan.

"Ada beberapa pengembang yang sudah mendapat surat dari Kantor Wilayah (Kanwil) BPN di daerah. Isinya berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai status cadangan tanah. Meskipun ini baru pendahuluan, membuat kami was-was," katanya.

Berdasarkan PP itu, kata dia, pemerintah akan mengambil alih lahan-lahan yang secara sengaja dibiarkan menganggur dan tidak dimanfaatkan.

Penertiban ini juga menyangkut lahan-lahan pertanian dan perkebunan. Padahal, kata Djoko, di Yogyakarta beberapa pengembang kesulitan mengembangkan proyek perumahan pascagempa bumi 2005 sehingga wajar banyak stok lahan yang belum dimanfaatkan.

Beberapa pengembang di daerah lainnya juga terlambat mengembangkan kawasannya karena pasar properti yang memang turun.

Dia menjelaskan pengembang memanfaatkan lahan-lahan sesuai dengan pasar properti dan permintaan pasar untuk efektivitas sehingga penggunaan lahan dilakukan secara bertahap.

Oleh karena itu, dia mengusulkan agar aturan itu harus diperjelas mengenai status tanah telantar agar implementasi di lapangan seragam.

Apalagi, tambah Djoko, presepsi dan pemahaman mengenai lahan telantar oleh Kepala Kantor Wilayah BPN masih berbeda-beda sehingga berpotensi menimbulkan konflik.

Pada sisi lain, Djoko mengharapkan lahan untuk perumahan harus ada batasan tersendiri karena ini merupakan masalah penyediaan kebutuhan dasar bagi masyarakat.

"Aturan ini juga akan memperbolehkan pengambilalihan lahan oleh pemerintah tanpa ganti rugi, padahal pengembang itu membebaskan lahan dengan membayar. Ini juga akan kami jadikan alasan untuk mengajukan uji materi," ujarnya. (E008/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2010