Denpasar (ANTARA News) - Masyarakat Bali, khususnya para seniman, memiliki "cerlang budaya" untuk memilah dan memilih seni budaya asing yang dibawa oleh wisatawan dalam menikmati liburannya di Pulau Dewata.

"Seni budaya asing yang dinilai positif dapat diadopsi untuk memperkaya khasanah seni budaya kita, sehingga menjadi lebih unik dan bermutu," kata I Gede Ardika yang pernah menjadi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata di Denpasar, Sabtu.

Ia mengatakan, kesenian Bali sejak dulu mendapat pengaruh dari unsur kebudayaan luar seperti China, Belanda dan Mesir. Namun perpaduan pengaruh luar itu tetap mencerminkan nuansa seni budaya daerah ini.

Pengaruh unsur budaya asing seperti dari China, hingga sekarang tetap melekat pada kesenian arja. Demikian pula pengaruh dari Mesir dan Belanda juga terlihat jelas dalam seni ukir bangunan tradisional.

Berkat keselektifan dan faktor kehati-hatian seniman maupun para leluhur, pengaruh luar tersebut tidak bertentangan dengan norma serta estetika seni dan budaya yang dianut masyarakat Pulau Dewata.

Pengaruh unsur asing yang positif itu justru memperkaya wawasan dan khasanah seni dan budaya daerah ini. Jika dicermati dengan seksama, pengaruh unsur kebudayaan China pada ukiran bangunan Bali terlihat seperti pada "partra".

Sementara "Ulanda" unsur pengaruh kebudayaan Belanda dan Mesir. Ukiran yang umumnya menjadi ornamen bangunan rumah corak Bali, belakangan berkembang untuk menghiasi konstruksi beton.

Pengaruh kebudayaan asing yang positif, menurut Gede Ardika, selain dalam bidang tabuh dan tari juga mempengaruhi karya-karya di atas kanvas, namun karya seni yang dihasilkan seniman Bali tetap berakar pada seni dan budaya setempat.

Akulturasi kebudayaan itu tidak dapat dihindari, namun masyarakat, khususnya seniman dan budayawan, dituntut lebih hati-hati dalam memadukan dua unsur budaya yang berbeda, agar tetap mencerminkan keharmonisan.

Seniman harus berpikir seribu kali dalam mengakulturasikan dua budaya yang berbeda latarbelakang, agar serasi bisa diterima oleh masyarakat yang selama ini secara kuat memegang tradisi.

Dengan demikian kebudayaan Bali akan memiliki pondasi yang sangat kuat dalam perkembangan selanjutnya.

Dampak dari pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) selama 32 tahun belum cukup terlihat dalam pembangunan daerah ini secara keseluruhan. Demikian pula tema PKB yang ditetapkan setiap tahunnya belum cukup menyentuh dan terwujud dalam masyarakat.

Dengan demikian salah satu fungsi kesenian untuk menyampaikan "pesan" kepada masyarakat belum sesuai harapan, sehingga menjadi tantangan para seniman untuk mendorong terwujudnya "pesan" yang terkandung pada tema PKB dalam kehidupan sehari-hari, harap Gede Ardika.(*)

(T.I006/R009)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010