Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung memanggil ulang tersangka dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum, Hartono Tanoesudibyo dan Yusril Ihza Mahendra, untuk diperiksa penyidik pada 12 Juli 2010.

"Pemeriksaan dilakukan kembali pada 12 Juli 2010, surat pemanggilannya sudah selesai dan siap dikirimkan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum, Didiek Darmanto, di Jakarta, Senin.

Pada pemanggilan pertama, Hartono Tanoesudibyo, mantan Kuasa Pemegang Saham PT Sarana Rekatama Dinamika, mangkir dari panggilan penyidik karena yang bersangkutan sedang berada di luar negeri.

Sedangkan mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, menolak untuk diperiksa karena mempertanyakan legalitas jabatan Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung Republik Indonesia.

Kapuspenkum Kejagung menyatakan, tim kuasa hukum Hartono Tanoesudibyo bersikap kooperatif, dan menyatakan siap menyampaikan panggilan dari penyidik Kejagung tersebut.

Dikatakannya, jika keduanya tidak hadir dalam pemeriksaan pada 12 Juli 2010, maka akan merugikan dirinya sendiri karena tidak bisa menyampaikan alibi dalam pemeriksaan.

"Jika nantinya dua dipanggil tetap tidak datang, maka akan dilakukan pemanggilan paksa," kata Didiek.

Terkait belum ditempuhnya langkah penahanan terhadap Yusril Ihza Mahendra meski alat bukti sudah mencukupi, ia menyatakan kejaksaan tetap mengedepankan azas praduga tidak bersalah.

"Tentunya harus didengar dulu keterangan (tersangka), baru ada upaya lain, tidak bisa langsung ditangkap karena itu bukan perbuatan tertangkap tangan," katanya.

Hendarman sah

Didiek Darmanto menegaskan pula bahwa Hendarman Supandji merupakan Jaksa Agung Republik Indonesia yang sah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan.

"Jaksa Agung Hendarman Supandji adalah sah," katanya.

Terkait dengan pernyataan Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji itu legal karena sampai sekarang belum dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono , ia menyatakan itu hanya pendapat pribadi saja.

Pasalnya, kata dia, sesuai dengan Pasal 19 UU Kejaksaan, menyatakan bahwa jaksa agung itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden.

"Sampai sekarang, Hendarman tidak pernah diberhentikan oleh Presiden," katanya.

Kemudian, Pasal 22 ayat 1 UU Kejaksaan menyebutkan pemberhentian jaksa agung itu, kalau jaksa agungnya meninggal, sakit dan berakhir masa jabatannya.
(T.R021/A011/P003)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2010