Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Hendarman Supandji mengaku tidak melakukan persiapan apapun terkait upaya hukum mantan Menteri Kehakiman, Yusril Ihza Mahendra yang mengajukan permohonan pengujian Undang-undang Kejaksaan di Mahkamah Konstitusi (MK). "Ndak ada persiapan," kata Hendarman ketika ditemui di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis.

Hendarman mengatakan, upaya hukum Yusril ke Mahkamah Konstitusi itu mengenai pengujian UU Kejaksaan. Menurut Hendarman, hal itu terkait dengan penafsiran Undang-undang dan belum tentu terkait secara langsung dengan dirinya sebagai Jaksa Agung.

Hendarman juga belum memastikan akan hadir jika nantinya sidang pengujian Undang-undang Kejaksaan itu dilaksanakan di Mahkamah Konstitusi.

Yusril mengajukan permohonan pengujian Undang-undang nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan, khususnya pasal 19 dan 22.

Pasal 19 Undang-undang Kejaksaan menyatakan, Jaksa Agung adalah pejabat negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Sedangkan pasal 22 terkait dengan alasan pemberhentian Jaksa Agung, antara lain karena meninggal dunia, permintaan sendiri, sakit jasmani atau rohani terus menerus, dan berakhir masa jabatannya.

Yusril berpendapat, Undang-undang Kejaksaan tidak mengatur secara jelas ketentuan tentang berakhirnya masa jabatan Jaksa Agung. Hal itu menimbulkan banyak penafsiran tentang masa jabatan seorang Jaksa Agung.

Menurut Yusril, hal itu bertentangan dengan prinsip negara hukum dan kepastian hukum yang diatur dalam UUD 1945.

Seperti diberitakan sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) menegaskan, Hendarman tidak sah sebagai Jaksa Agung karena tidak pernah diangkat dengan keputusan presiden dan dilantik untuk jabatan tersebut.

Yusril menjelaskan, ketika jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir pada 20 Oktober 2009, seluruh anggota kabinet diberhentikan dengan hormat dari jabatannya kecuali Jaksa Agung Hendarman Supandji.

Ia mengatakan, sikap Presiden yang tidak memberhentikan jabatan Jaksa Agung Hendarman itu melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan.
(F008*G003/R009)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010