Padang (ANTARA News) - Sentra Penegakan Hukum Terpadu Polda Sumbar menerima sebanyak 16 kasus pelanggaran pemilihan umum kepala daerah yang digelar secara serentak pada 30 Juni 2010.

"Sentra penegakan hukum terpadu (Gakumdu) Polda Sumbar, telah menerima laporan sebanyak 16 kasus pelanggaran pemilihan umum kepala daerah," kata Kapolda Sumbar, Brigjen Pol.Andayono, di Padang, Rabu.

Menurutnya, laporan tersebut berasal dari 19 Panwaslu di 8 kabupaten/kota yang ada di Sumbar, antara lain Panwas Kota Padang, Kota Bukittinggi, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Dhamasraya, Kabupaten Pesisir Selatan, dan Kota Solok.

Adapun rincian jumlah pelanggarannya diantaranya Panwaslu Kota Padang meneruskan 1 kasus laporan black campaign (Kampanye hitam) yang diduga dilakukan salah satu pasangan calon gubernur, Kabupaten Sijunjung, ada 3 laporan politik uang, 1 dugaan intimidasi dan 1 dugaan bagi-bagi bibit coklat untuk mempengaruhi warga saat memilih.

Dia menambahkan, dari 16 kasus pelanggaran pemilukada di Sumbar tersebut masih dalam proses serta kajian pihak kepolisian.

Kita masih melakukan pengkajian kasus pelanggaran pemilukada masuk apakah masuk dalam unsur tindak pidana. "Namun yang jelas Polri sudah komitmen akan bertindak proposional dan netral dalam pelaksanaan pemilukada di Sumbar,"katanya.

Dia mengatakan, jumlah kasus pelanggaran pemilukada yang terbanyak terdapat di Kabupaten Sijunjung sebanyak 5 kasus, kemudian Kota Solok sebanyak 4 kasus, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan sebanayak 2 kasus.

Kota Padang, Kabupaten Pasaman Barat serta Kabupaten Dharmasraya sebanyak 1 kasus. "Khusus untuk Kota Padang kasus pelanggaran Pemilukda yakni "black campaign" (Kampanye hitam),masih dalam proses penyelidikan," katanya.

Menurutnya, riak-riak kecil selama proses pemilihan dan penghitungan suara dilakukan, memang terjadi beberapa daerah, seperti aksi demo di Kabupaten Dhmasraya, beberapa waktu lalu.

Tapi itu hal yang wajar, dan selama masyarakat hanya menyampaikan aspirasi mereka, kami memberikan ruang untuk itu. Kalau sudah masuk ke tindak anarkis, black campaign, atau politik uang, baru kami tindak. Itupun harus disertai dengan bukti-bukti yang cukup, "kata Andayono.

Dia menambahkan, untuk ancaman hukuman kasus pelanggaran Pemilukada di Sumbar tergantung dari jenis pelanggaran yang dilakukan.

Khusus untuk dugaan kampanye hitam, mereka yang terbukti melakukan tindak pidana ini akan dijerat dengan pasal 116 ayat (2) UU No 32/2004 dengan ancaman pidana penjara 3 bulan hingga 6 bulan dan denda Rp600 ribu hingga Rp6 juta.

Sementara untuk politik uang, mereka yang terbukti nantinya akan dijerat dengan pasal 117 ayat (2) jo pasal 82 ayat (1) dan (2) UU No 32/2004 dengan ancaman pidana penjara 2 bulan hingga 1 tahun an denda Rp1 juta hingga Rp10 juta.

Sedangkan mereka yang terbukti melakukan kampanye di mesjid, akan dijerat dengan pasal 116 ayat (3) UU No 32/2004 dengan ancaman pidana 1 bulan hingga 6 bulan dan denda Rp 100 ribu hingga Rp 1 juta.

"Dugaan pelanggaran tersebut sedang kami proses dan pihak penyidik tengah mengumpulkan bukti-bukti yang menguatkan, jika memang benar terbukti melakukan pelanggaran pidana selama Pemilukada, pasti akan ditindak," kata Andayono. (PSO-031/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2010