Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra meminta putusan provisi (putusan sela) untuk menunda keputusan yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung Kejakgung) sampai ada keputusan tetap dari Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya mengajukan provisi untuk menunda segala tindakan perintah, jabatan dari jaksa agung sampai selesainya uji materi di MK," kata Yusril, usai sidang uji materi UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (Pasal 22 Ayat (1) huruf d) di Jakarta, Kamis.

Yusril mengatakan bahwa di Kejaksaan Agung yang menetapkan seorang tersangka dalam kasus korupsi bukan penyidik tapi Jaksa Agung.

"Karena Jaksa Agung tak sah maka penetapan itu tidak sah, maka, direktur penyidikan atas nama jampidsus dilantik dua bulan lalu dengan keppres diusulkan jaksa agung tak sah maka keppres tidak sah, pengangkatan jampidsus cacat hukum," tegasnya.

Menurut Yusril, saat ini Jaksa Agung Hendarman Supandji telah melakukan pencekalan dan pencegahan dengan alasan disangka melakukan korupsi.

"UU nomer 16 tahun 2004 menyebutkan peraturan-peraturan internal di Kejakasan Agung menyebutkan bahwa kewenangan penetapan tersangka korupsi adalah kewenangan jaksa agung dan bukan kewenangan penyidik," katanya.

Dia melanjutkan bahwa surat perintah penyidikkan dilakukan atas nama jaksa agung muda pidana khusus M Amari yang baru diangkat oleh jaksa agung dua bulan lalu.

Jaksa agung muda diusulkan oleh Jaksa Agung kepada presiden, tapi usulan untuk mengangkat jampidsus itu dilakukan oleh jaksa agung yang tidak sah maka mengandung cacat hukum.

"Saya tetap bersikeras penetapan pencegahan ke luar negeri dan panggilan penyidik adalah tidak sah," katanya.

Dalam permohonannya ke MK, Yusril menafsirkan ketidaksahan Jaksa Agung Hendarman Supandji sejak 20 Oktober 2009, dengan dibubarkannya abinet Indonesia Bersatu (KIB) julid I melalui Keppres nomor 31/P tahun 2007) yang dalam konsidernya menyebutkan masa berakhirnya masa jabatannya.

Namun kenyataannya Hendarman Supandji tidak pernah diangkat kembali menjadi Jaksa Agung dan tidak pernah mengangkat sumpah untuk memangku jabatan tersebut.

Menurut Yusril, pasal 19 dan pasal 22 huruf d UU Kejaksaan ditafsirkan dalam konteks yang lain dari konteks di atas, maka tafsiran tersebut akan menjadi inkonstitusional karena bertentangan dengan asas negara hukum sebagaimana diatur dalam pasal 1 UUD 1945 dan asas kepastian hukum dalam pasal 22 D ayat 1 UUD 1945.

Dia menegaskan bahwa masa jabatan jaksa agung boleh saja tidak dikaitkan dengan usia kabinet atau tidak dibatasi Keppres maka bisa membuka peluang seseorang menjadi jaksa agung seumur hidup.

Untuk itu tafsir pasal 22 huruf D UU Kejaksaan bahwa Hendarman tetap sah karena belum diberhentikan adalah bertentangan dengan asas negara hukum dan asas kepastian hukum, lanjut Yusril.

"Kalau berpikir dalam konteks yuridis sejak 20 Oktober 2009 maka kita tak punya jaksa agung, maka segala tindakannya adalah tidak sah dan cacat hukum," katanya.

Bagaimana orang yang sudah dihukum, kata Yusril, itu memakai pertimbangan politik, bukan yuridis, maka orang-orang yang dituntut pidana harus dikeluarkan semua dari penjara, karena memakai pertimbangan politik, jelasnya.

Yusril mengajukan uji materi UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (Pasal 22 Ayat (1) huruf d) baru memasuki sidang pertama (pemeriksaan pendahuluan).

Sidang panel ini dipimpin oleh hakim konstitusi MK Achmad Sodiki dan didampingi oleh hakim konstitusi Harjono dan Maria Farida Indrati.

Achmad Sodiki memberi waktu kepada Yusril untuk mempertajam permohonannya dan Yusril menyanggupi dalam waktu tiga hari.

"Kami akan perbaiki dalam waktu tiga hari, besok Senin akan kami serahkan ke mahkamah," katanya.
(ANT/A024)

Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2010