Ponorogo (ANTARA News) - Pemotongan gaji ke-13 ribuan guru oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Ponorogo, Jawa Timur, awal Juli lalu menuai kecaman dari banyak pihak.

Tidak hanya diprotes sebagian besar guru, tetapi juga menjadi sorotan DPRD setempat.

"PGRI bukan lembaga yang memiliki kewenangan melakukan pemotongan, apapun dalihnya," kata anggota DPRD Komisi D, Sutyas Hadi, Kamis.

Apalagi, lanjut Sutyas, pemotongan gaji guru di Ponorogo menurut informasi telah berlangsung sejak awal tahun 2009.

Alasan pemotongan hampir sama, yakni untuk mendanai pembangunan gedung PGRI yang berlokasi di jalan Jenes, Ponorogo.

Hanya saja jumlah potongan untuk sumbangan tidak sebesar sekarang. "Berapapun nilai yang dipotong, harusnya itu tidak dilakukan. Apalagi jika sampai memberatkan para guru yang menjadi anggotanya," kritik Sutyas.

Untuk itu, pihaknya berencana melakukan penyelidikan. Jika memang ada indikasi penyimpangan dalam praktik pemotongan gaji bermotif permintaan sumbangan itu, dewan akan secepatnya melakukan pemanggilan terhadap jajaran pengurus PGRI maupun Dinas Pendidikan Ponorogo.

"Yang kami tahu saat mengonfirmasi kebijakan (pemotongan) ini ke dinas Pendidikan, ternyata mereka justru tidak tahu-menahu. Ini yang akan kami telusuri," katanya.

Sebagaimana informasi di lapangan, hasil pengumpulan uang sumbangan anggota PGRI hingga kini telah terkumpul sebesar Rp1,4 miliar.

Jumlah itu diperkirakan masih akan terus bertambah mengingat anggota PGRI yang berstatus guru SMA sampai saat ini masih belum menerima gaji ke-13. Anggota PGRI Ponorogo sendiri diperkirakan mencapai 8.000 orang lebih.

Jika masing-masing anggota dikenai sumbangan rata-rata sebesar Rp125 ribu saja, berarti dana yang akan terkumpul sekitar Rp1 miliar lebih.

Jumlah sumbangan itu masih akan diakumulasikan dengan pemotongan gaji guru anggota PGRI pada bulan-bulan sebelumnya sejak awal tahun 2009. 
(ANT/A024)

Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2010