Samarinda (ANTARA News) - Sejak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berdiri 10 tahun lalu, hingga kini lembaga itu telah menerima laporan adanya persekongkolan tender sebanyak 4.000 kasus.

"Laporan tersebut datang dari berbegai elemen, baik pelaku usaha maupun masyarakat umum," kata Wakil Ketua KPPU, Ana Maria Tri Anggraini saat ditemui usai membuka Seminar Persaingan Usaha di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), Kamis.

Dari 4.000 laporan yang masuk itu lanjutnya, 130 di antaranya telah diproses pihaknya, bahkan sebagian besar telah ditindak dan diberi sanksi administrasi dan denda.

Dilanjutkannya, nilai denda terhadap pelaku usaha yang berkaitan dengan persekongkolan itu bervariasi, yakni antara Rp10 juta hingga Rp1 miliar, tergantung pada nilai proyek yang dimenangkan atau yang telah dikerjakan.

Sebanyak 4.000 laporan indikasi persekongkolan, dan 130 kasus yang sudah ditangani itu tersebar di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk beberapa kabupaten dan kota yang ada di Kaltim, antara lain Samarinda, Balikpapan, Bontang, dan Kutai Kartanegara.

Untuk persekongkolan tender terjadi bervariasi, di antaranya sekelompok pengusaha bersepakat agar mendapat proyek secara bergiliran, meskipun pada saat lelang, semua pengusaha tersebut ikut juga.

Namun karena mereka sudah bersepakat akan mendapat secara bergilir, maka pihak yang belum tiba gilirannya harus mamasang harga paling tinggi, sementara pengusaha yang mendapat giliran memasang tarif lebih rendah. Sistem ini sering juga disebut "arisan tender".

Persekongkolan tender lainnya adalah, sejumlah perusahaan yang mengikuti tender proyek tertentu, namun beberapa perusahaan atau CV tersebut ternyata milik satu orang, hanya saja perusahaan-perusahaan yang lain atas nama saudaranya, istrinya, maupun keluarganya.

"Ada juga yang lebih ekstrem, ternyata sejumlah kasus yang muncul adalah seseorang yang mengukti tender namun menggunakan perusahaan orang lain, sementara orang yang memiliki perusahaan tidak tahu karena oknum tersebut memalsukan administrasi perusahaan yang ada," kata Ana.

Persekongkolan tender lanjut Ana, sangat merugikan keuangan negara karena upaya efisensi anggaran tidak bisa berjalan. Jika ada persaingan sehat dalam sistem tender, maka efisiensi anggaran pemerintrah dipastikan bisa terwujud.

"Pihak eksekutif dan legislatif juga kami harap menghitung nilai proyek yang akan dilelang dengan hitungan seefisien mungkin, jangan sampai menaikkan harga hingga dua kali lipat karena hal ini berpotensi menciptakan persekongkolan tender," ujar Ana.(*)

(T.KR-GFR/R009)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010