Jakarta (ANTARA News) - Himpunan Kerukunan Tani (HKTI) dibawah kepemimpinan Oesman Sapta Odang mendesak pemerintah dan DPR untuk segera mengeluarkan Undang-Undang Perlindungan Petani karena saat ini kehidupan petani kurang menguntungkan dibanding kelompok masyarakat lain.

"Populasi petani terhadap total populasi nasional adalah 45 persen tetapi porsi terhadap pendapatan nasional hanya sekitar 17 persen, hal ini menunjukkan ketimpangan dalam pembagian kue pembangunan nasional," kata Ketua Harian HKTI Dr Sutrisno Iwantono, di Jakarta Minggu.

Oesman Sapta terpilih sebagai Ketua Umum HKTI periode 2010-2014 dalam Munas HKTI di Hotel Aston Bali 12-15 Juli 2010.

Menurut Iwantono, dengan populasi yang besar dan tingkat pendapatan yang rendah itu maka sudah sewajarnya bila kaum tani mendapat perhatian khusus.

Ia mengatakan, Undang-Undang Perlindungan Petani yang berarti perlindungan terhadap rakyat kebanyakan dimaksudkan untuk memastikan agar petani dapat mengakses sumber daya produktif guna menggerakkan roda ekonomi rakyat yang pada akhirnya bermuara pada peningkatkan taraf hidup petani dan masyarakat secara keseluruhan.

Menurut Iwantono yang juga mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), substansi Undang-Undang tersebut antara lain memberikan jaminan pada petani agar dapat melakukan kegiatan usaha tani secara layak dengan adanya kepastian mengenai tersedianya lahan pertanian.

Selain itu UU itu juga menjamin ketersedian sarana produksi seperti pupuk, bibit, obat-obatan, peralatan pertanian dan pengolahan, dukungan keuangan, serta infrastruktur yang mendukung seperti jalan, irigasi, dan sumber energi.

Di sisi lain, lanjut Iwantono, kegiatan usaha tani tersebut juga harus dipastikan dapat memberikan pendapatan yang layak bagi petani, dengan demikian diperlukan jaminan pasar dan harga.

"Seringkali produksi melimpah tetapi tidak diikuti jaminan pasar dan pemasaran sehingga harga jatuh. Tentu kondisi demikian akan merugikan petani, yang akhirnya bersifat disinsentif bagi petani untuk berproduksi," katanya.

Disamping itu petani juga harus dilindungi oleh membanjirnya produk impor murah yang di negara asalnya memperoleh subsidi sangat besar. Kondisi ini tentu sangat tidak adil apabila produk tersubsidi dari negara maju masuk secara bebas ke pasaran Indonesia dan membunuh petani lokal, tambah Iwantono.(*)
(T.U002/B013/R009)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010