Jakarta (ANTARA News) - Kalangan Komisi III DPR RI berharap pihak yang terkait konflik status kepemilikan saham PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia dapat menghindari kekerasan dalam menyelesaian masalah dan mengutamakan musyawarah serta jalur hukum.

Harapan itu disampaikan Herman Herty dan Buchori (Fraksi PDIP), Bambang Susatyo (Golkar), Aaboebakar dan Mahfudz Siddik (PKS), Dimyati Natakusuma (PPP) dalam rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan direksi TPI di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa.

Aboebakar mengemukakan, cara-cara premanisme tidak akan secara tuntas menyelesaikan masalah ini. Hal ini disampaikannya karena sesuai laporan direksi TPI, telah ada tekanan fisik berupa pengerahan massa.

Herman Herry mengatakan, sengketa kepemilikan saham TPI mencrminkn tidak adanya kpastian hukum dalam menanamkan investasi dan bisnis. Diharapkan, masalah ni dapat diselesaikan secara baik melalui musyawarah atau melalui proses hukum.

Penyelesaian persoalan ini jangan sampai mengganggu kinerja perusahaan dan menempatkan karyawan sebagai korban.

Bambang Susatyo juga mengemukakan, karyawan harus dilindungi dan jangan sampai menjadi korban. Persoalan ini sebaiknya diselesaikan secara bisnis.

Dalam RDPU itu, manajemen TPI mengharapkan adanya perlindungan dari pemerintah termasuk Kementrian Hukum dan HAM akan tindakan melawan hukum yang dapat mengganggu operasional TPI dan merugikan MNC sebagai pemilik sah atas 75 persen saham TPI.

"Diharapkan agar seluruh pihak dapat mengikuti proses hukum yang saat ini berjalan terkait dengan sengketa kepemilikan TPI dan tidak mengambil tindakan-tindakan anarkis atau tindakan lainnya yang mendahului suatu putusan pengadilan," kata Direktur Utama TPI Sang Nyoman Suwisma.

Permasalahan ini bermula dari adanya sengketa atas kepemilikan saham TPI. Siti Hardiyanto Rukmana atau Mbak Tutut yang mendirikan dan semula menguasai saham TPI menggugat PT Berkah Karya Bersama terkait dengan RUPLS TPI tertanggal 18 Maret 2005 yang merupakan dasar kepemilikan saham 75 persen saham TPI.

Kepemilikan PT Berkah Karya Bersama atas 75 persen saham TPI kemudian dialihkan kepada PT Media Nusantara Citra (MNC) pada 21 Juli 2006 dan kepemilikan MNC atas 75 persen saham TPI telah dicatat pada Kementrian Hukum dan HAM.

Pada saat gugatan Berkah atas RUPSBLB TPI tanggal 18 Maret 2005 sedang berjalan, tertibkan surat PLH Direktur Perdata pada 8 Juni 2010 yang dianggap membatalkan SK 21 Maret 2005 yang mencatat hasil RUPSLB 18 Maret 2005.

Surat PLH Dirrektur Perdata tersebut dijadikan dasar oleh Mbak Tutut untuk mengadakan RUPS tanggal 23 Juni 2010 yang menghasilkan kepengururusan TPI menandingi kepengutusan TPI versi MNC. Berbekal hasil RUPS 23 Juni 2010 versi SHR, dilakukan ancaman "pendudukan" TPI pada 26 Juni 2010.

"Dilakukan pula tindakan-tindakan yang mengganggu jalannya operasional TPI dengan upaya melakukan pemblokiran atas rekening TPI dan mempengaruhi klien-klien TPI untuk tidak mengakui kepengurusan TPI yang sah," kata Suwisma.

Hal tersebut menimbulkan keresahan di dunia usaha dan dikalangan investor akan kepastian hukum di Indonesia. Terbukti dengan timbulnya pertanyaan dari para klien MNC dan TPI yang berada di dalam dan luar negeri.

"Bagaimana mungkin sebuah surat korespondensi dari seorang PLH kepada seorang advokat dapat membatalkan suatu SK Menkum HAM yang telah diakui selama bertahun-tahun dan selanjutnya telah diakui dengan surat-surat keputusan Menkum HAM," ujarnya.

(ANT/S026)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2010