Surabaya (ANTARA News) - International Atomic Energy Agency (IAEA) atau badan energi atom dunia di bawah naungan PBB menegaskan bahwa Indonesia sudah siap memiliki energi bertenaga nuklir.

"Penegasan itu dikemukakan pada November 2009," kata Deputi Bidang Pendayagunaan Hasil Litbang dan Pemasyarakatan Iptek Nuklir BATAN Dr Taswanda Taryo di kampus ITS Surabaya, Rabu.

Ia mengemukakan bahwa hal itu setelah berbicara dalam seminar tentang "Teknologi dan Keselamatan PLTN" yang menampilkan Prof Mukhtasor PhD dari Dewan Energi Nasional (DEN) dan Ian Love dari Atomic Energy of Canada Limited (AECL).

Menurut Taswanda Taryo, penilaian badan energi atom dunia itu menunjukkan Indonesia lebih memiliki kesiapan dalam energi nuklir dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

"Penilaian IAEA itu meliputi empat kesiapan yakni sumberdaya manusia, pemangku kepentingan (stakeholder), industri, dan regulasi, karena kami (BATAN) memang sudah melakukan serangkaian penelitian sejak tahun 1980-an," katanya.

Dengan penilaian itu, katanya, Indonesia sudah harus memasuki fase yang lebih nyata yakni proyek nuklir itu sendiri.

"UU 17/2007 sudah mengamanatkan adanya pemanfaatan nuklir di Indonesia pada kurun waktu 2015-2019, sehingga paling lambat kita sudah memiliki PLTN pada tahun 2019," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya membentuk "BATAN Incorporation" yang melibatkan pemangku kepentingan seperti BATAN, ESDM, Kemristek, LIPI, PLN, KLH, Kementerian Perindustrian, dan sebagainya.

"Mereka tergabung dalam Tim Pengembangan PLTN yang akan menentukan proyek PLTN secara teknis, seperti menentukan industri sebagai owner, teknologi, lokasi, perizinan, dan sebagainya," katanya.

Ia mengatakan owner itu paling tidak akan terbentuk pada tahun 2011, namun bentuknya belum jelas, apakah BUMN atau swasta murni.

"Yang jelas, kalau lokasi kami sudah melakukan penelitian sejak tahun 1980-an. Intinya, lokasi harus di pantura untuk menghindari lempengan bumi," katanya.

Ditanya lokasi yang dimaksud, ia mengatakan BATAN sudah meneliti 70 lokasi, lalu disaring menjadi 14 lokasi dan sekarang tinggal empat lokasi, di antaranya Ujung Bumi (Jepara), Banten, dan Bangka Belitung.

Sementara itu, anggota DEN Prof Mukhtasor PhD mengatakan pihaknya sudah melakukan serangkaian dialog dengan kelompok yang pro dan kontra dengan PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir).

"Pihak kontra itu umumnya mempersoalkan keselamatan dengan mencontohkan Chernobyl, padahal teknologi nuklir sekarang sudah sangat berbeda. Chernobyl itu teknologi usang. Dampak itu selalu ada, tapi kalau dampak dilarang ya pembangunan akan berhenti," katanya.

Dosen FTK ITS Surabaya itu menambahkan hal yang terpenting adalah pembangunan dengan dampak terkendali, karena batubara akan habis 2020 dan pertumbuhan penduduk Indonesia menuntut segala bentuk energi mulai dari energi laut, surya, panas bumi, dan nuklir.

(ANT/S026)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2010