Bandung (ANTARA News) - Ketua Dewan Direktur "Sabang-Merauke Circle" Syahganda Nainggolan berpendapat politik nasional saat ini, terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah, berkembang ke arah dinasti.

"Yang terjadi dewasa ini parade anggota keluarga dalam pencalonan Pilkada, baik istri, anak, atau kerabat sehingga sulit mengukur kemampuannya memimpin masyarakat," katanya melalui surat elektronik yang diterima di Bandung, Kamis, sehubungan dengan peluncuran "Sabang-Merauke Circle" (SMC).

SMC yang diperkenalkan kepada publik di Jakarta, Kamis, merupakan lembaga kajian kebijakan publik yang didirikan oleh Syahganda bersama sejumlah aktivis Institut Teknologi Bandung era 1980-an.

Kandidat doktor di Universitas Indonesia itu mengatakan kapasitas mereka yang berangkat dengan bekal politik dinasti umumnya tidak memenuhi harapan masyarakat kecuali dikenal akibat membonceng popularitas keluarga.

"Sementara perannya sendiri untuk publik juga terbatas," kata mantan Direktur Eksekutif Cides (Center for Information and Development Studies) itu tanpa menyebutkan sejumlah nama calon kepala daerah yang dinilai melakukan praktik politik dinasti.

Ia mengakui terdapat kemungkinan calon pemimpin dari dinasti tertentu berkemampuan memadai tetapi perekrutan ataupun penokohannya tidak berdasar kredibilitas maupun kapabilitas.

"Sulit mencari yang terbaik dari para pewaris dinasti atau lingkungan keluarga tertentu," katanya. .

Praktik politik dinasti berwatak feodalisme baru itu, katanya, berbahaya bagi perkembangan demokrasi karena demokrasi dipertaruhkan pada orang-orang yang belum memiliki kecakapan memimpin, bukan yang terbaik di masyarakat.

Untuk itu, katanya, partai politik dan masyarakat perlu kritis dan selektif menghadapi perkembangan politik dinasti.

Jika semuanya berangkat dengan kemampuan calon terbaik dan sanggup mengembangkan kemajuan demokrasi, kehadiran seseorang dari lingkungan dinasti bisa saja diterima, katanya.(*)

(T.B009/Y008/R009)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010