Jakarta (ANTARA News) - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhammad Hanif Dhakiri, menyatakan parliamentary threshold yang persentasenya terlalu tinggi menyuburkan oligarki politik meski sistem ini efektif bagi penyederhanaan partai.

"Penerapan parliamentary threshold yang lebih tinggi dari 2,5 persen dapat menyuburkan oligarki politik dan bisa menutup ruang politik bagi warga negara yang tidak terakomodasi aspirasinya dalam struktur politik formal," kata Hanif di Jakarta, Sabtu.

Bahkan, lanjut Hanif, konsep itu tidak sesuai dengan konteks sosiopolitik masyarakat Indonesia yang majemuk dan justru bisa membunuh demokrasi.

"Batas 2,5 persen itu sudah cukup adil buat semua. Kalau mau ditinggikan lagi sampai lima persen, misalnya, itu akan membuat sistem politik kita mundur ke belakang, seperti zaman Orde Baru," katanya.

Sistem itu juga membuat hanya akan ada tiga hingga lima partai saja di Dewan Perwakilan Rakyat, dan seorang presiden bisa berkuasa hingga puluhan tahun, kata Hanif.

Menurutnya, parliamentary threshold yang moderat adalah antara dua hingga tiga persen sehingga rakyat yang jenuh atau tidak suka dengan partai-partai mainstream masih punya ruang untuk mencari alternatif.

"Lha wong sekarang ada sembilan partai di DPR saja muncul keresahan seperti diekspresikan Pong Harjatmo, apalagi kalau cuma tiga sampai lima partai saja, bisa-bisa corat-coret gedung DPR tidak lagi pakai pilox, tapi bisa pakai air mata atau darah," katanya.

Menurutnya, sistem presidensial sebaiknya dikombinasikan dengan multipartai sederhana, namun tidak berarti jumlah partainya harus sedikit.

"Tiga sampai lima partai itu bukan sederhana, tapi kecil. Kalau sederhana, kira-kira lima sampai sepuluh partai. Dengan cara ini presidensialisme kita tetap akan berjalan efektif dari sisi tata kepemerintahan dan tetap kuat makna representasi politiknya," katanya. (*)

S024/D007/AR09

Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2010