Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan perkara penjualan 2 tanker raksasa (very large crude carrier/VLCC) milik Pertamina yang merugikan keuangan negara 20 juta dollar AS, akan dihentikan (SP3) oleh Kejaksaan Agung.

"Kita sangat menyayangkan kencenderungan SP3 oleh kejaksaan ini," kata peneliti ICW, Febri Diansyah, di Jakarta, Rabu.

Ke depannya, ia mengharapkan agar lebih fair, Kejagung seharusnya membentuk tim eksaminasi kasus sebelum dikeluarkannya SP3 suatu perkara. "Publik dan akademisi harus dilibatkan dalam tim eksaminasi," katanya.

Kejagung dalam beberapa waktu belakangan ini terkesan "obral" SP3 perkara, seperti, perkara BPPC (kasus Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) dan Bulog Goro, dan yang terbaru berencana SP3 kasus Tan Kian yang mengemplang uang PT Asabri sebesar 13 juta dollar AS.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Marwan Effendy mengakui dirinya telah menandatangani nota dinas dari penyidik mengenai usulan SP3 perkara VLCC.

"Saya sependapat dengan penyidik dan direktur penyidik (dirdik) terkait kasus VLCC," katanya.

Dikatakan, selanjutnya pihaknya sudah mengirimkan usulan SP3 perkara VLCC ke jaksa agung. "Yang menentukan dikeluarkannya SP3 itu, adalah jaksa agung," katanya.

Kasus VLCC bermula pada 11 Juni 2004, Direksi Pertamina bersama Komisaris Utama Pertamina menjual dua tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) milik Pertamina nomor lambung 1540 dan 1541 yang masih dalam proses pembuatan di Korea Selatan.

Penjualan kepada perusahaan asal Amerika Serikat, Frontline, itu dilakukan tanpa persetujuan Menteri Keuangan. Hal itu dinilai bertentangan dengan pasal 12 ayat (1) dan (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 1991.

Kasus itu diperkirakan merugikan keuangan negara sekira 20 juta dolar AS.

Tiga mantan petinggi Pertamina, yaitu mantan Direktur Keuangan Alfred Rohimone, mantan Dirut Arifi Nawawi, dan mantan Komisaris Utama, Laksamana Sukardi.  (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2009