Semarang (ANTARA News) - Globalisasi disertai keterbukaan informasi telah mengikis budaya bahwa suami memiliki kuasa dalam menentukan segala hal sehingga istri berani menentukan pilihan untuk dicerai jika diperlakukan tidak sesuai haknya, kata pemerhati gender Ani Purwanti.

"Jika perempuan yang memutuskan ingin diceraikan, hal tersebut tentunya sudah dipikir secara masak dan karena ada sebab yang jelas," kata Ani di Semarang, Rabu.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang itu mengatakan, bila angka perceraian didominasi oleh penggugat (istri), itu dikarenakan perempuan saat ini telah mengerti hak-haknya khususnya hak dalam kehidupan rumah tangga.

"Telah banyak wanita bekerja dan mempunyai jenjang pendidikan yang tinggi sehingga mereka mulai mengetahui hak-hak yang dimilikinya," katanya.

Dia mengatakan kemajuan teknologi tersebut selain berdampak pada hadirnya pihak ketiga dalam hubungan suami istri juga dapat menyebabkan timbulnya kekerasan dalam rumah tangga, baik dari segi fisik maupun psikis.

"Misalnya, suami jadi berkehendak sesuai kemauannya sendiri berdasarkan dengan apa yang telah dia lihat di internet ataupun televisi," katanya.

Hal tersebut, kata dia, merupakan salah satu pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.

Pengadilan Agama Kota Semarang mencatat angka perceraian di Ibu Kota Jawa Tengah ini selama Januari hingga Juli 2010 telah mencapai 1.389 kasus.

Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Semarang, Zainal Abidin, di Semarang, Rabu, mengatakan jumlah perceraian tersebut terdiri dari 904 cerai gugat dan 485 cerai talak.

Dia mengatakan, dalam kurun waktu sama, jumlah tersebut mengalami peningkatan 10 persen dari tahun lalu.

Jumlah perceraian tahun lalu, kata dia, sebanyak 2.196 kasus yang terdiri dari 1.454 cerai gugat dan 742 cerai talak.

"Hingga pertengahan tahun ini jumlah perceraian telah melebihi dari setengah jumlah perceraian pada tahun 2009," katanya.

Dia mengatakan, salah satu penyebab naiknya jumlah perceraian di Semarang karena faktor tekanan ekonomi.

"Ketidakharmonisan pasangan di Semarang sering disebabkan karena kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi namun tidak diimbangi dengan peningkatan pemasukan dalam satu keluarga," katanya.

Selain itu, dia juga menjelaskan faktor lain yang menyebabkan jumlah perceraian naik yaitu karena jumlah pasangan yang berselingkuh semakin meningkat.

"Demi mencari uang, frekuensi pertemuan tiap pasangan menurun sehingga menyebabkan hadirnya pihak ketiga yang biasanya berasal dari lokasi kerja yang sama dengan pihak suami atau istri," katanya.

Tidak hanya itu, lanjut dia, berkembangnya akun jejaring sosial di media internet saat ini juga memudahkan hadirnya pihak ketiga.

Dia mengatakan, 50 persen dari jumlah kasus perceraian disebabkan karena faktor ketidakharmonisan pasangan suami istri. (ANT/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2010