Jakarta (ANTARA News) - Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Prof. Nasaruddin Umar MA mengatakan, tayangan infotainment ikut mendorong peningkatan angka perceraian di tanah air lantaran pasangan suami-isteri usia muda meniru perilaku selebritis.

Usia perkawinan lima tahun, sebanyak 80 persen bercerai karena pengaruh tayangan tersebut, kata Nasaruddin, usai membuka Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan dan KUA Teladan tingkat Nasional di Jakarta, Sabtu malam.

Menurut Wikipedia, infotainment dewasa ini menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi hiburan.

Istilah tersebut merupakan kependekan dari istilah Inggris information-entertainment. Infotainment di Indonesia identik dengan acara televisi yang menyajikan berita selebritis dan memiliki ciri khas penyampaian yang unik.

Nasarudin mengatakan, peningkatan angka perceraian dewasa ini makin memprihatinkan. Sebab, dalam 10 tahun terakhir ini cenderung meningkat.

Setiap tahun tercatat dua juta pasangan nikah, sementara yang bercerai mencapai 200 ribu per tahun. Angka tersebut diperoleh dari sejumlah peradilan agama di tanah air, katanya.

Risiko meningkatnya angka perceraian beragam di tengah masyarakat. Jika yang bersangkutan menjadi janda muda, akan meningkatkan kerawanan sosial seperti berpotensi mengganggu pria berumah tangga, anak yang ditinggalkan tak terurus dan bisa mendorong banyaknya orang melakukan nikah siri.

Nikah siri, lanjut dia, diakibatkan pria berkehidupan mapan tergoda janda muda. Akibat nikah siri pun beragam, anak yang bersangkutan tak tercatat dalam kartu keluarga (KK) karena tak punya akta kelahiran.

Seseorang yang tak tercatat dalam KK berkonsekuensi tak bisa menunaikan haji karena yang bersangkutan tak memiliki identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP). Jadi, akibat nikah siri pun banyak konsekuensinya di kemudian hari, ujar dia.

Kementerian Agama melalui Dirjen Bimas Islam, kata dia, tengah berupaya menertibkan persoalan ini. Artinya, semua yang menyangkut perkawinan, perceraian, rujuk, melahirkan dan meninggal harus tercatat. Semata-mata tertib administrasi dan kejelasan identitas bagi semua warga. "Ini juga berlaku di semua negara Muslim," ia menjelaskan.

Karena itu, perkawinan siri yang menurut ulama sah menurut sar`i atau agama tidak cukup dari sudut pandang tertib administrasi. Pasangan bersangkutan harus didaftar di catatan sipil, ia menjelaskan.

Terkait dengan penyebab perceraian di tanah air dewasa ini, Dirjen Bimas Islam itu mengakui pula bahwa ada beberapa faktor; antara lain disebabkan adanya poligami, nikah di bawah umur, jarak usia suami isteri terlalu jauh, perbedaan agama, karena kekerasan dalam rumah tangga.

Termasuk pula disebabkan faktor tingkat atau jarak intelektual antara pasangan terlalu jauh, perbedaan sosial, faktor ekonomi, politik, ketidak sesuaikan akibat keras kepala, perselingkuhan akibat orang ketiga, salah satu dipidana, cacat fisik permanen.

Yang paling banyak perceraian akibat faktor ekonomi dan ketidak cocokan pasangan dalam menjalankan kehidupan rumah tangga, ia menjelaskan.

Untuk mengeliminir angka perceraian itu, pihaknya kini tengah melakukan berbagai upaya antara lain reaktualiasi Badan Penasihat Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian (BP4), memperpanjang bimbingan pranikah.

Upaya ini memang perlu dapat dukungan dari semua pihak, termasuk dari kalangan akademisi. Ke depan, Bimas Islam akan menyertakan perguruan tinggi untuk menyelenggarakan kursus pranikah di seluruh tanah air. "Tujuannya, supaya kegiatan ini tak melulu jadi monopoli kementerian agama saja," ia menambahkan.(*)
(T.E001/R009)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010