Colombo (ANTARA News) - Warga Srilanka keturunan Indonesia yang umumnya dari Madura, Selasa, mengungkapkan keterpesonaannya pada lagu kebangsaan "Indonesia Raya" saat diperdengarkan pada upacara peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI ke 65 di Kedutaan Besar RI untuk Srilanka.

"Sense of bravery (kesannya bersemangat)," kata Tony Saldin, Presiden Sri Lanka Indonesia Friendship Association, kepada ANTARA, Selasa, usai upacara bendera yang dipimpin Duta Besar RI untuk Srilanka, Djafar Husein.

Tony mengaku keturunan dari generasi keenam satu keluarga Madura yang tinggal di Srilanka.

Tony juga mengungkapkan mengenal banyak Indonesia, karena dibandingkan keturunan-keturunan Indonesia lainnya di Srilanka, dia relatif sering ke Indonesia.

"Tapi saya tidak pergi ke Madura. Hanya ke Cirebon dan Jakarta," kata pria beranak dua yang tidak bisa berbahasa Melayu atau Bahasa Indonesia ini.

Ekspresi sama diutarakan oleh Brigadir Jenderal (purn) Selly, yang mengaku sebagai generasi kesepuluh keturunan Madura di Srilanka namun masih fasih berbahasa Indonesia.

Selly menjelaskan, bapaknya yang bernama Baba Yunus Saldi, adalah salah seorang pejuang hak-hak sipil dan kemerdekaan Srilanka.

Dia juga mengaku masih selalu mengingat Indonesia, kendati hampir tidak pernah pergi ke Indonesia.

"Ya saya masih rindu (pada Indonesia, Madura)," aku pria yang kini berprofesi akuntan ini dalam bahasa Indonesia yang relatif fasih untuk ukuran orang Srilanka.

Sementara itu dr. Rahaman, yang juga generasi kesepuluh keturunan Madura di Srilanka, menyatakan tak akan pernah melupakan akar keturunannya.

Dokter spesialis THT ini menikahi dokter gigi yang juga keturunan Melayu, dan dikarunia dua putera yang juga berprofesi dokter namun berpraktik di Inggris.

Dari Tony Saldin, Selly dan Rahaman, serta sejumlah orang keturunan Indonesia lainnya di Madura, nenek moyang mereka datang ke Srilanka karena dibuang oleh pemerintah kolonial Belanda akibat aktivitasnya menentang kekuasaan Belanda.

"Jadi kami ini keturunan para patriot," kata Selly disusul derai tawa. (*)
ANT/AR09

Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2010