Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 98,4 persen alumni penerima program kartu prakerja setuju program tersebut tetap dilanjutkan karena memberikan banyak manfaat dan meningkatkan daya saing di tempat kerja di tengah pandemi COVID-19.

Sementara, 92,3 persen penerima program mengakui bahwa saat ini mereka memiliki daya saing yang lebih tinggi dan mampu bersaing dengan baik di perusahaan tempat bekerja.

"Dari 98,4 persen responden yang setuju program kartu prakerja dilanjutkan, sebanyak 59,3 persen di antaranya menjawab setuju dan 39,1 persen menjawab sangat setuju," kata Direktur Riset Cyrus Network Fadhli MR dalam pemaparan Hasil Survei Persepsi Penerima Prakerja Terhadap Penyelenggaraan Kartu Prakerja secara virtual di Jakarta, Kamis.

Survei yang dilakukan Cyrus Network dilaksanakan pada 1-5 Mei 2021 dengan wawancara menggunakan telepon terhadap 2.000 responden penerima program kartu prakerja dengan metode simple random sampling, dengan margin of error survei ini +/- 2,24 persen pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.

Baca juga: Menko Airlangga: 62,7 juta orang telah daftar Kartu Prakerja

Menurut Fadhli, mayoritas atau sebanyak 87,6 penerima program kartu prakerja menilai rangkaian proses pendaftaran, mulai dari mendapatkan informasi pembukaan gelombang, syarat dan ketentuan, proses pendaftaran hingga tes kemampuan dasar, juga cukup mudah dilakukan. "Dalam hal pendaftaran tercatat sebesar 87,6 persen responden menyatakan setuju bahwa pendaftaran kartu prakerja mudah dilakukan. Namun, masih ada sekitar 12 persen yang tidak setuju, sehingga ini bisa menjadi bahan evaluasi bagi manajemen pelaksana program kartu prakerja," katanya.

Dalam hal membeli dan mengikuti pelatihan, 94,1 persen responden setuju dan sangat setuju bahwa proses membeli pelatihan mudah dilakukan sementara 93,7 persen mengatakan mudah mengikuti pelatihan online. Untuk ketepatan waktu pencairan insentif, responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa insentif diterima tepat waktu ada 83,6 persen.

"Masih ada 16,4 persen yang tidak setuju dengan pernyataan itu. Meski mayoritas masih setuju, tapi dibanding penilaian terhadap variabel lain persentasenya lebih rendah," ujar Fadhli.

Penerima program kartu prakerja mengaku sumber utama untuk memperoleh informasi tentang program paling banyak adalah teman dengan 52 persen word of mouth dan 28,2 persen dari media sosial. Selanjutnya adalah dari media online 13,7 persen dan televisi 4,8 persen.

Dari 565 responden yang mendapat informasi dari media sosial. Sebanyak 51,2 persen mengaku mendapatkan informasi tersebut dari Instagram, 40,4 persen dari Facebook, dan 4,1 persen dari YouTube.

Fadhli mengatakan kecenderungan ini adalah hal yang wajar karena jika dilihat dari demografi populasi penerima program kartu prakerja dan responden survei ini, secara usia paling banyak ada di rentang usia 18-35 tahun, jumlahnya mencapai 70 persen. Selanjutnya ada di rentang 36-45 tahun yang jumlahnya antara 16-18 persen. Dari sisi pendidikan populasi dan responden, paling banyak adalah SMA dan sarjana.

Populasi dengan karakter demografi seperti itu, menurut dia, pada umumnya sudah akrab dengan media sosial. Faktor pandemi COVID-19 juga tentu membuat sosialisasi tradisional tatap muka menjadi sulit dilakukan.

"Dari tiap survei publik yang kami lakukan, jumlah masyarakat yang terhubung dengan internet dan media sosial memang terus naik, sehingga wajar juga kalau tren sosialisasi bergeser ke media sosial. Dari situ kemudian menyebar lebih luas dari mulut ke mulut atau melalui aplikasi percakapan," jelas Fadhli.

Baca juga: CSIS: Program kartu prakerja harus dilanjutkan
Baca juga: Pengamat nilai program kartu prakerja bantu pemulihan ekonomi


Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Kelik Dewanto
COPYRIGHT © ANTARA 2021