Jakarta (ANTARA News) - Direktur Program Imparsial, Al Araf, menilai peran anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada sektor pertahanan dan keamanan belum efektif karena legislasi (pembuatan undang-undang) di parlemen selama ini belum membuahkan hasil optimal.

"Memang anggota DPR pernah membuat regulasi tentang pertahanan dan keamanan, yakni Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 dan UU No.2/2002 tentang Polri serta UU No.34/2004 tentang TNI. Namun, masih terdapat kelemahan subtansial di dalamnya," katanya dalam diskusi "Mengoptimalkan Peran DPR dalam Reformasi Sektor Keamanan" di Jakarta, Kamis.

Terkait dengan legislasi tentang intelijen, kata dia, hingga kini parlemen dan pemerintah belum mengesahkan suatu undang-undang yang dapat menjadi pijakan dalam menata kembali lembaga intelijen yang ada.

"Pengawasan dalam sektor keamanan pun, anggota DPR belum optimal. Sering kali pengawasan yang dilakukan oleh DPR terhadap sektor pertahanan dan keamanan tidak dilakukan secara sistematik, berkelanjutan sehingga tidak membuahkan hasil," kata Araf memaparkan.

Ia mencontohkan lemahnya pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam mengawasi kondisi darurat di Aceh yang telah menghabiskan anggaran senilai Rp6 triliun hingga Rp7 triliun.

Araf menjelaskan belum efektifnya anggota DPR dalam melakukan peranannya disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya lemahnya kapasitas sumber daya manusia (SDM) anggota dewan.

Selain itu, minimnya kualitas dan kuantitas staf ahli anggota DPR, faktor korupsi, kolusi dan nepotisme, keberadaan parpol yang belum menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana mestinya dan masih adanya intervensi dari parpol.

"Terkadang, anggota DPR yang ada di komisi tidak sesuai dengan bidangnya sehingga kualitas anggota DPR untuk membuat regulasi tidak optimal. Ini merupakan permintaan dari parpol untuk menempatkan anggotanya di suatu komisi," tuturnya.

Ia mengatakan, untuk mengoptimalkan peranan DPR dalam reformasi sektor keamanan, perlu reformasi partai politik dan menata ulang struktur komisi di dalam parlemen yang dapat meminimalkan penumpukan kerja, meningkatkan kualitas dan kuantitas staf ahli DPR di bidang pertahanan dan keamanan.

Menurut dia, ke depan dalam legislasi DPR harus lebih proaktif dan kritis atas regulasi di bidang keamanan yang akan dibahas, yakni RUU Intelijen, RUU Keamanan Nasional, RUU Rahasia Negara, RUU Komponen Cadangan dan lainnya dengan membangun kerja sama yang terbuka dengan kelompok masyarakat atau LSM yang mengkritisi soal RUU tersebut. (*)

(T.S037/D007/R009)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010