Washington (ANTARA News/AFP) - Pemerintah AS hari Senin memberlakukan sanksi pada empat orang dan delapan perusahaan yang terkait dengan pemerintah Korea Utara, demikian diumumkan Kementerian Keuangan AS.

Para individu itu, termasuk dua anggota Biro Umum Tenaga Atom Korea Utara, dijatuhi sanksi sesuai dengan aturan yang melarang pemberian bantuan keuangan dan dukungan lain kepada negara yang berkekuatan nuklir itu.

Orang-orang itu menghadapi larangan perjalanan dan pembekuan aset.

Diantara mereka yang terkena sanksi itu adalah kepala biro tenaga atom Ri Je-son dan Ri Hong-Sop, yang menurut PBB pernah mengelola Pusat Riset Nuklir Yongbyon yang kontroversial.

Pusat riset itu diduga memproduksi bahan atom yang digunakan dalam pengujian senjata nuklir.

Resolusi PBB yang disahkan setelah pengujian nuklir dan rudal Korea Utara tahun lalu melarang transaksi yang berkaitan dengan kegiatan nuklir dan atom dan pemasokan barang mewah kepada Pyongyang.

Sanksi-sanksi baru itu diberlakukan di tengah ketegangan antara Washington dan Pyongyang, yang meningkat sejak tenggelamnya kapal perang Korea Selatan Cheonan pada Maret lalu.

Ketegangan di semenanjung Korea meningkat tajam sejak Korea Selatan dan AS menuduh Korea Utara mentorpedo kapal perang Seoul itu, yang menewaskan 46 orang.

Korea Utara membantah terlibat dalam tenggelamnya kapal itu dan mengancam melakukan pembalasan atas apa yang disebutnya latihan perang provokatif Korea Selatan yang dilakukan sebagai tanggapan atas insiden kapal tersebut.

Latihan itu, yang melibatkan 4.500 prajurit, 29 kapal dan 50 jet tempur, merupakan salah satu dari serangkaian latihan terencana dalam beberapa bulan ini, beberapa diantaranya dilakukan dengan AS, sekutu Seoul, dalam unjuk kekuatan terhadap Korea Utara.

Kapal perang Korea Selatan Cheonan tenggelam pada 26 Maret di dekat perbatasan Laut Kuning yang disengketakan dengan wilayah utara pada dalam kondisi misterius setelah ledakan yang dilaporkan.

Dewan Keamanan PBB mengecam penenggelaman kapal Korea Selatan itu namun tidak secara langsung menyalahkan Korea Utara, meski AS dan Korea Selatan meminta kecaman PBB terhadap negara komunis itu.

Penyelidik internasional pada 20 Mei mengumumkan hasil temuan mereka yang menunjukkan bahwa sebuah kapal selam Korea Utara menembakkan torpedo berat untuk menenggelamkan kapal perang Korea Selatan itu, dalam apa yang disebut-sebut sebagai tindakan agresi paling serius yang dilakukan Pyongyang sejak perang Korea 60 tahun lalu.

Korea Selatan mengumumkan serangkaian pembalasan yang mencakup pemangkasan perdagangan dengan negara komunis tetangganya itu.

Korea Utara membantah terlibat dalam insiden tersebut dan membalas tindakan Korea Selatan itu dengan ancaman-ancaman perang.

Seorang diplomat Korea Utara mengatakan pada 3 Juni, ketegangan di semenanjung Korea setelah tenggelamnya kapal perang Korea Selatan begitu tinggi sehingga "perang bisa meletus setiap saat".

Dalam pernyataan pada Konferensi Internasional mengenai Perlucutan Senjata, wakil utusan tetap Korea Utara untuk PBB di Jenewa, Ri Jang-Gon, menyalahkan "situasi buruk" itu pada Korea Selatan dan AS.

"Situasi semenanjung Korea saat ini begitu buruk sehingga perang bisa meletus setiap saat," katanya.

Kedua negara Korea itu tidak pernah mencapai sebuah perjanjian pedamaian sejak perang 1950-1953 dan hanya bergantung pada gencatan senjata era Perang Dingin. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2010