Kupang (ANTARA News) - Pemerhati masalah Laut Timor, Ferdi Tanoni, mengatakan bahwa terpilihnya Julia Gillard sebagai Perdana Menteri Australia, akan membawa angin perubahan atas persoalan pencemaran minyak di Laut Timor.

"Saya optimistis hal itu akan terjadi, karena Gillard sangat peduli terhadap masalah lingkungan dan didukung penuh oleh Partai Hijau Australia," kata Tanoni yang juga Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) itu di Kupang, Selasa.

Penulis buku "Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta" mengemukakan hal itu kepada para wartawan di Kupang, beberapa saat setelah mendengar kabar bahwa Julia Gillard terpilih menjadi Perdana Menteri Australia.

"Ini sebuah pergumulan panjang dalam Pemilu Australia, karena dalam pemilu 21 Agustus 2010 lalu, Partai Buruh Australia pimpinan pejabat PM Australia Julia Gillard dan Partai Koalisi Liberal Nasional, masing-masing memperoleh 73 kursi di "Lower House" atau semacam DPR di Indonesia," katanya.

Dengan memperoleh kursi yang sama di parlemen, kata mantan agen Imigrasi Kedutaan Besar Australia itu, sehingga tidak ada satu partai pun yang berhak membentuk sebuah pemerintahan baru di Australia.

"Namun, semuanya itu sudah terjawab hari ini (Selasa, 7/9) dengan terpilihnya Julia Gillard sebagai PM Australia," katanya menambahkan.

Terpilihnya Julia Gillard sebagai PM Australia yang baru untuk tiga tahun ke depan ini setelah mendapat dukungan penuh dari Partai Hijau Australia pimpinan Bob Brown.

Pada 4 September lalu, Bob Brown membentuk Aliansi Partai Buruh dan Partai Hijau yang disebut Aliansi Buruh-Hijau Australia untuk membentuk pemerintahan minoritas dengan mendapatkan dukungan satu kursi dari Partai Hijau dan dua kursi dari golongan independen sehingga aliansi ini meraih 76 kursi di parlemen.

Sementara, Partai Koalisi Liberal Nasional hanya memperoleh 74 kursi setelah mendapat dukungan satu kursi dari golongan independen.

Berdasarkan Konstitusi Australia, kata Tanoni, untuk membentuk sebuah pemerintahan, partai harus mengusai 50 persen tambah satu kursi dari 150 kursi di parlemen atau 76 kursi, sehingga yang berhak membentuk pemerintahan baru di Australia adalah Aliansi Buruh-Hijau Australia yang dipimpin Julia Gillard.

"Kami berharap dengan terbentuknya pemerintahan Aliansi Buruh-Hijau Australia ini, pemerintah Australia lebih berkomitmen dalam melaksanakan program-program tentang keselamatan lingkungan hidup dan perubahan iklim di kawasan Asia Pasifik menuju sebuah era ramah lingkungan demi keselamatan seluruh umat manusia di muka bumi ini," kata Tanoni.

Ia mengatakan yayasan yang dipimpinnya merasa sangat berhutang budi terhadap Partai Hijau pimpinan Bob Brown yang sejak awal kejadian ledakan sumur minyak di ladang Montara di Laut Timor pada 21 Agustus 2009 lalu, selalu memberikan dukungan dan dorongan kepada YPTB untuk terus menyuarakan berbagai hak dan kepentingan masyarakat Timor Barat, NTT.

Atas dasar itu itu, Partai Hijau bersedia membentuk aliansi bersama YPTB dan WWF Australia untuk menyuarakan pencemaran di Laut Timor.

Dorongan dari senator Bob Brown ini, ujar Tanoni, ketika melihat Kupang-Jakarta-Canberra mengabaikan masalah pencemaran Laut Timor yang maha dahsyat tersebut.

Ia menambahkan Partai Hijau Australia melalui seorang senatornya Rachel Siewert terus menyuarakan penderitaan masyarakat Timor Barat, NTT dan kepulauan sekitarnya di Canberra dengan mendesak Pemerintah Australia untuk membentuk sebuah Komisi Independen untuk menyelidiki tumpahan minyak Montara yang dikenal dengan "Montara Commission of Inquiry" itu.

Melalui Senator Rachel Siewert ini, kata Tanoni, akhirnya terbukti secara ilmiah bahwa tumpahan minyak Montara positif telah mencemari perairan Indonesia.

"Contoh tumpahan minyak Montara ini kami ambil di perairan Indonesia, kemudian mengirim ke Komisi Penyelidik Australia lewat senator Siewert untuk di tes dan dianalisis secara ilmiah melalui Leeders and Consulting Aust.Pty.Ltd dan terbukti bahwa jenis minyaknya sama dengan yang dimuntahkan dari ladang Montara," katanya.

Atas dorongan Partai Hijau Australia, tambahnya, YPTB kemudian mengajukan pengaduan secara resmi soal tumpahan minyak Montara kepada Komisi Penyelidik Australia.

"Dari 250 pengaduan yang diterima oleh Komisi Penyelidik Australia, hanya satu pengaduan dari Indonesia yang masuk ke komisi tersebut, yakni YPTB. Dengan mencermati perkembangan politik yang terjadi di Australia saat ini, kami optimistis akan ada angin perubahan yang terjadi di Laut Timor lewat tangan Julia Gillard," katanya menegaskan.
(T.ANT-084/L003/P003)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2010