Surabaya (ANTARA News) - Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Massa Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa-AWS) menilai tayangan televisi selama Ramadhan lebih bersifat ilusi dan manipulatif.

"Tayangan-tayangan televisi selama Ramadan dapat disimpulkan lebih bersifat ilusi dan manipulatif ketimbang edukatif," kata Ketua Tim Peneliti LPPM Stikosa-AWS, Yayan Sakti Suryandari, di Surabaya, Rabu.

Dari semua program televisi yang diteliti selama kurun 27 Agustus-3 September 2010, kata dia, LPPM menyimpulkan bahwa tayangan yang diprogramkan secara khusus pada bulan puasa banyak ditemukan tidak memiliki korelasi dengan tematik Islam dan Ramadhan itu sendiri.

Ia mengemukakan program Ramadhan terjadi dalam dua latar, penempatan tayangan-tayangan komedi di masa sahur maupun masa berbuka puasa mengindikasikan terjadinya dislokasi konten acara.

"Dislokasi itu terlihat dari substansi topik yang diangkat oleh sebagian besar acara tersebut yang kebanyakan amat lemah relevansinya dengan persinggungan tematik Islam dan Ramadhan," kata dosen Pascasarjana Komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu.

Tayangan dengan masa prime time sahur dan berbuka puasa, terutama yang memilih genre komedi, ternyata banyak melanggar dengan berbagai kekerasan verbal, kekerasan fisik, seksualitas, dan distorsi penafsiran ajaran agama.

Analisis mengenai dunia komedi di Indonesia belakangan ini, menurut Yayan, merupakan pola humor tertentu yang telah memengaruhi sedemikian dalamnya program pertelevisian yang sukar dicarikan alternatifnya, yakni humor-humor yang kasar.

"Sesungguhnya hal ini gejala baru dalam pertelevisian kita, setelah humor-humor saru yang populer sejak Warkop Grup pada dekade 1980-an. Pola humor yang kasar tersebut tumbuh semakin meluas dan mendalam sehingga kehadirannya selalu dikehendaki pasar," katanya didampingi dua peneliti muda, Rendy Pahrun Wadipalapa dan Putri Aisyiyah.

Kecenderungan umum dari diambilnya genre komedi oleh televisi komersial menunjukkan persoalan yang tidak kunjung tuntas dari tahun ke tahun.

Bahkan, kecenderungan lain dari metamorfosa tayangan komedi saat ini adalah digunakannya kekerasan verbal dan kekerasan fisik sebagai menu utama yang dijual dalam suatu program komedi, di samping menu seksualitas.

Kekerasan verbal terwujud dalam lontaran kasar yang dapat berupa olokan atau celaan, dan ditujukan kepada individu dalam program komedi tersebut, sedangkan kekerasan nonverbal dapat mewujud pada adegan perilaku, baik spontan maupun tidak, yang mengarah pada kekerasan.

Yayan menambahkan, penempatan acara-acara yang tidak berhubungan dengan substansi Ramadhan pada prime time menunjukkan orientasi industri pertelevisian yang tidak memedulikan substansi religiusitas, melainkan rating pemirsa.

"Yang paling membahayakan dari semua ini adalah gagalnya industri pertelevisian kita melihat bahwa pada masa sahur dan berbuka puasa, maka seluruh kategori usia dapat berkumpul bersama," kata dia.

Dengan kata lain, lanjut dia, seluruh humor kekerasan dan seksis telah dikonsumsi oleh segala usia, termasuk di dalamnya anak-anak.

Ia menambahkan, di sini pula tampak kegagalan regulator dalam mendesak tayangan pertelevisian agar taat asas dengan memahami faktor jam tayang sebelum menentukan programnya, patut dikritisi lebih lanjut.

Ia mencontohkan tayangan "Saatnya Kita Sahur" pada salah satu episode tampak adegan Laudya Cintya Bella sedang berjoget bersama para penonton laki-laki dengan diiringi lagu "Senggol-Senggolan".

"Maka yang menjadi pertanyaan, apakah layak hal demikian ditayangkan untuk menemani sahur dengan label tayangan spesial Ramadhan," kata Ketua Jurusan Komunikasi FISIP Unair itu.

Demikian pula dalam sinetron. Eksploitasi simbol-simbol agama dalam tayangan sinteron, baik sinetron yang khusus diproduksi untuk Ramadhan maupun sinetron kejar tayang, hanya mengubah tampilan lebih islami selama bulan Ramadhan.

Dalam penelitian itu, Yayan dan kawan-kawan mengamati tayangan TV One dan Metro TV. Menurut dia, kedua televisi swasta itu memiliki program tayangan Ramadhan sesuai dengan tema dan substansi kajian keislaman.

Sementara TV swasta lainnya cenderung memperlihatkan ketidakpekaan media terhadap Ramadhan.
(T.M038/Z003/P003)

Pewarta: NON
Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2010