Tokyo (ANTARA News) - Lolos dari kepolisian bandara AS, ternyata pihak bandara internasional Narita, Tokyo, mampu menghentikan langkah Paris Hilton.

Pewaris tahta kerajaan bisnis Hilton ini tidak dibolehkan masuk ke Jepang karena tersangkut kasus kepemilikan obat terlarang bulan Agustus lalu.

Ironisnya lagi, Paris dikirim pulang ke AS setelah menjalani 6 jam interogasi pihak imigrasi, sebagaimana dikutip dari laman dailymail.co.uk.

"Sebentar lagi take-off. Pulang ke rumah sekarang. Sangat kecewa tidak bertemu fansku di Asia. Aku janji aku akan segera kembali. I love you all! Love Paris xoxo," cicitnya lewat Twitter.

Paris sempat mengakui dua pelanggaran yang dilakukannya, yakni menyimpan obat terlarang dan menghalang-halangi petugas, di pengadilan kemarin terkait penangkapannya pada  Agustus lalu di  Las Vegas. Namun sesampainya di Jepang, ia tertahan di kantor imigrasi bandara untuk melakukan serangkaian interogasi.

"Paris ditahan pihak imigrasi bandara Jepang sesaat setelah tiba. Kedatangannya ke Jepang terkait urusan bisnis yang sudah direncanakan beberapa bulan sebelumnya dan tak ingin mengecewakan fansnya di Asia," ujar juru bicara Paris.

Paris yang tiba di Jepang bersama Nicky Hilton via jet pribadi ini dijadwalkan akan mengunjungi Jakarta pada Jumat ini untuk meresmikan butiknya. Sosialita ini juga akan bertolak ke Kuala Lumpur, Malaysia. Kunjungannya ke Asia untuk peluncuran butik koleksi musim dingin dan parfum barunya, Tease. Sayangnya, semua itu batal.

"Secara umum bagi mereka yang tersandung masalah kepemilikan obat terlarang tidak diperbolehkan masuk ke Jepang," ujar petugas imigrasi bandara Narita.

Hukum Jepang menetapkan pihak imigrasi berhak menolak masuk bagi siapa pun yang bermasalah dengan obat-obatan terlarang.

Dalam penangkapan bulan lalu, Paris hanya digelandang ke kantor polisi kemudian dilepas dan diberi masa percobaan satu tahun serta denda 2.000 dolar AS dan 200 jam pelayanan masyarakat. Jika selebriti ini berbuat ulah lagi, penjara akan menjadi tempat tinggalnya selama setahun.
(m-ela/A024)
 

Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2010