Paris (ANTARA News/Reuters) - Tiga orang Prancis yang bekerja untuk perusahaan jasa kelautan Bourbon diculik di lepas pantai Nigeria, kata perusahaan itu, Rabu, hanya sepekan setelah penculikan lima warga Prancis di Niger.

Penculikan itu terjadi pada tengah malam ketika beberapa kapal motor cepat menyerang kapal Bourbon Alexandre dan 16 orang awaknya di Teluk Guinea yang kaya minyak. Ke-13 orang lain tetap berada di kapal itu dan tidak ada yang terluka, kata perusahaan tersebut.

Kementerian Luar Negeri Prancis mengkonfirmasi penculikan itu.

"Kami mengetahuinya. Pusat penanganan krisis telah dimobilisasi," kata seorang juru bicara tanpa penjelasan lebih lanjut.

Sayap Al-Qaeda Afrika Utara (AQIM) hari Selasa mengklaim bertanggung jawab atas penculikan tujuh orang asing pekan lalu di Niger, termasuk lima warga Prancis, yang menandai peningkatan ketegangan antara kelompok itu dan Prancis.

Namun, belum ada petunjuk bahwa penculikan Rabu itu memiliki kaitan dengan Al-Qaeda.

Sebelum serangan pekan lalu, pemerintah Prancis menyatakan bahwa ada tiga warga Prancis yang disandera di luar negeri -- dua di Afghanistan dan satu di Somalia. Penculikan terakhir ini membuat jumlah orang Prancis yang ditahan menjadi 11.

Bourbon, yang bekerja sama dengan pihak berwenang Prancis dan Nigeria untuk menyelidiki serangan itu, menyatakan, belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab pada tahapan ini.

Penculikan sering terjadi di Delta Niger, pusat industri minyak dan gas terbesar Afrika dan sasaran serangan geng kriminal dan kelompok gerilya yang menuntut otonomi regional lebih luas.

Gerilyawan di wilayah selatan Nigeria juga melancarkan serangan yang berulang kali terhadap pipa minyak dan sasaran industri lain dalam beberapa tahun terakhir ini, dengan menuntut distribusi yang adil atas hasil minyak.

Serangan-serangan itu mengarah pada penurunan produksi hingga sekitar satu juta barel per hari di negara pengekspor minyak terbesar kedelapan dunia itu, namun program amnesti yang ditawarkan kepada militan tahun lalu telah mengurangi tingkat serangan.

Pada Juni 2009, almarhum Presiden Nigeria Umaru Yar`Adua melakukan salah satu upaya paling serius untuk mengendalikan kerusuhan yang membuat Nigeria gagal memproduksi lebih dari duapertiga kapasitas minyaknya, sehingga negara itu rugi milyaran dolar, dengan menawarkan amnesti tanpa syarat kepada gerilyawan.

Lebih dari 15.000 gerilyawan di daerah penghasil minyak Delta Niger dikabarkan telah menyerahkan senjata mereka dan menerima pengampunan tanpa syarat berdasarkan program presiden tersebut.

Program amnesti tawaran Yar`Adua itu, yang diberlakukan dari 6 Agustus hingga 4 Oktober 2009, bertujuan melucuti senjata militan, mendidik dan merehabilitasi militan dan penjahat di Delta Niger.

Delta Niger sejak 2006 dilanda kerusuhan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang menyatakan berjuang untuk pembagian lebih besar dari kekayaan minyak di kawasan itu bagi penduduk setempat.

Kerusuhan itu telah menurunkan ekspor minyak Nigeria menjadi 1,8 juta barel per hari, dari 2,6 juta barel tiga setengah tahun lalu.

Militer Nigeria memulai ofensif terbesar dalam beberapa tahun ini pada pertengahan Mei 2009, dengan membom kamp-kamp militan di sekitar Warri di negara bagian Delta dari udara dan laut dan mengirim tiga batalyon pasukan untuk menumpas pemberontak yang diyakini telah melarikan diri ke daerah-daerah sekitar.

Militer menyatakan tidak bisa berpangku tangan lagi setelah serangan-serangan terhadap pasukan, pemboman pipa minyak dan pembajakan kapal minyak, yang semuanya membuat Nigeria gagal mencapai produksi penuhnya selama beberapa tahun ini.

Geng-geng kriminal juga memanfaatkan keadaan kacau dalam penegakan hukum dan ketertiban di wilayah itu. Lebih dari 200 warga asing diculik di kawasan delta tersebut dalam dua tahun terakhir. Hampir semuanya dari orang-orang itu dibebaskan tanpa cedera.

Nigeria adalah produsen minyak terbesar Afrika namun posisi tersebut kemudian digantikan oleh Angola pada April tahun 2008, menurut Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). (M014/K004)

Pewarta: NON
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2010