Jakarta (ANTARA News) - Anggota komisi III DPR RI Gayus Lumbuun menyarankan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera melantik Jaksa Agung Hendarman Supandji supaya tidak terjadi kekosongan kekuasaan, menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi.

"Saya sarankan Presiden SBY segera lantik Hendarman Supandji sebagai jaksa agung, sehingga tidak ada kekosongan kekuasaan," kata anggota Komisi III DPR RI dari fraksi PDI-P ini, di Jakarta, Kamis.

Rabu (22/9), MK dalam putusannya mengabulkan permohonan judicial review UU Kejaksaan No. 16/2004 yang diajukan mantan MenhukHAM Yusril Ihza Mahendra.

Dalam putusannya MK menyatakan bahwa masa jabatan Jaksa Agung dibatasi sesuai masa jabatan presiden. Dengan demikian, putusan MK menyatakan Jaksa Agung Hendarman Supandji mulai hari ini batal demi hukum.

Lebih lanjut Gayus menjelaskan usulan agar Presiden SBY secepatnya melantik Hendarman Supandji, meskipun setelah itu bisa mencari pengganti yang baru.

"Jadi memang pengangkatan Jaksa Agung berdasarkan Keppres dan pencabutannyapun berdasarkan Keppres," ujar Gayus menjelaskan.

Karena itu, Gayus menyarankan segera melantik dulu Hendarman baru kemudian bisa cari penggantinya. Gayus juga menjelaskan bahwa putusan MK mengikat semua pihak dan bersifat final.

Gayus menilai apa yang terjadi soal jaksa agung ini akibat kelalaian para pembantu presiden.

Sementara anggota komisi III Bambang Soasatyo menilai kejadian ini membuktikan adanya keteledoran pihak Istana.

"Putusan MKRI ini merupakan bukti keteledoran fatal dari pihak Istana yang tidak paham akan hukum tata negara," kata Bambang Soesatyo.

Menurut Bambang dengan putusan MK ini jelas merupakan pukulan telak bagi pihak istana.

"Kalau terjadi seperti ini, kasihan Jaksa Agung Hendarman yang menjadi korban keteledoran tersebut. Presiden harus memberi sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab hingga terjadi keteledoran," ucap Bambang.

Bambang juga meminta semua pihak termasuk presiden harus menghormati dan mentaati putusan MK ini.
(J004/B010)

Pewarta: NON
Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2010