Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Fayakhun Andriadi, menyatakan, sebagai pemegang komando tertinggi antiteroris, kinilah saatnya Presiden RI melibatkan gabungan TNI-Polri sebagai pasukan pemukul melibas jaringan terorisme hingga ke akar-akarnya.

"Saya perlu tegaskan kembali, bahwa dalam konteks penerapan konsep keamanan nasional (`national security`), maka Presiden RI merupakan pemimpin komando antiteroris," ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

Karena itu, ia mengharapkan, perang terhadap teroris tidak lagi hanya ditangani satu institusi, dalam hal ini Polri, tetapi melibatkan TNI, di bawah kendali komando tertinggi yang berada di tangan Presiden RI.

"Artinya, Polri sebaiknya segera mengajak TNI dalam memarangi aksi-aksi teroris yang kian meresahkan publik belakangan ini. Sebab asal tahu saja, publik kini banyak yang resah, karena Polri belum mau mengajak TNI untuk bersama-sama menindak dan mengatasi gangguan teroris," ujarnya.

Fayakhun Andriadi dengan terang-terangan lalu menyatakan, seyogianya Polri jangan `jumawa`.

"Masyarakat sekarang sudah resah dengan eskalasi terorisme akhir-akhir ini," ungkapnya lagi.

Karena itu, menurutnya, Presiden RI yang juga selaku Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), bisa memerintahkan satuan-satuan yang berada di bawah lembaga itu untuk bertindak segera.

"Dengan kata lain, Presiden bisa memerintahkan TNI untuk siaga penuh bahkan memainkan peran penting, tanpa menunggu permintaan pihak Polri," tegasnya.

Fayakhun Andriadi juga mengingatkan, Detasemen Khusus (Densus) `88 Anti Teror hanyalah salah satu subsistem dari BNPT.

Ia mengungkapkan, masih ada satuan-satuan detasemen khusus yang sudah teruji kehandalannya di lingkup TNI, baik itu di Angkatan Darat (Kopassus), Angkatan Laut (Korps Marinir), maupun Angkatan Udara (Kopaskhas).

"Situasi sekarang persoalan terorisme sudah krusial, kritis, karena targetnya sudah mengarah pada tindakan nyata menggulingkan Negara, sehingga Presiden sebagai Kepala Negara harus melakukan terobosan," tandasnya.

Jika sudah menyangkut penggulingan Negara, menurutnya, berarti ada ancaman terhadap keamanan nasional (`national security`).

"Apalagi ada indikasi ini memang benar-benar jaringan internasional. Jadi, tidak bisa dianggap sebagai otoritas Polri semata-mata. Makanya saya heran, jika seringkali ada pihak yang berpendapat, bahwa persoalan keamanan nasional adalah domain Polri. Itu persepsi keliru," tegas Fayakhun Andriadi lagi.(*)
(M036/R009)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010