Jakarta (ANTARA News) - Ketika wartawan televisi mengajukan pertanyaan kepada Dalai Lama mengenai kemenangan dan kekalahan dalam ziarah hidup manusia, guru spiritual Tibet itu menjawab dengan bernas, "Saya tidak selalu bisa mengingat apa yang terjadi kemarin."

Dalam pusaran sekarang yang menjanjikan dan esok yang mencemaskan, sejumlah tim telah hengkang dari Afrika Selatan 2010 karena menenggak pil demi pil kekalahan.

Setelah bercucuran keringat di lapangan dan berurai air mata di tengah haru biru perjuangan demi membela panji bangsa di laga bola, maka ada seuntai kata penghiburan bahwa hari esok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan atau kemenangan sehari cukuplah untuk sehari.

Nyatanya, putaran jam nasib belum berhenti. Telunjuk penuh peghakiman terarah kepada siapa paling bertanggungjawab atas kegagalan tim di ajang Piala Dunia 2010? Tanpa menunggu aba-aba Dewi Fortuna, tersedia jawab bahwa pelatih menerima karma, "jika kita menabur, kita akan menuai di kemudian hari.

Pelatih? Ya, pelatih perlu menunjukkan jiwa besar sebagai ksatria ketika tim asuhannya mengalami kekalahan. Dan sang pelatih mengajukan pledoi di tengah meja hijau publik bola, apakah kekalahan atau kemenangan tampil sebagai karma dari perbuatan masa lalu?

Dalai Lama menjawab, "Anda adalah penguasa anda sendiri. Kesenangan dan kekalahan muncul dari perbuatan-perbuatan dari dalam diri anda sendiri." Dan pelatih timnas Yunani Otto Rehhagel bersama Carlos Alberto (Afrika Selatan) tersengat oleh jawaban Sang Guru dari Tibet itu. Mereka mencerahkan dirinya karena mereka memahami makna kekalahan atau kegagalan.

Gerbong dari mereka yang kalah terus disesaki oleh satu per satu sosok yang berkeyakinan bahwa Karma pada akhirnya menjadi Dharma. Sebut saja pelatih timnas Amerika Serikat Bob Bradley yang belum trengginas mengatakan dirinya belum tentu akan bertahan sampai tahun depan. "Seperti ada rasa plong setelah gagal di fase grup," katanya singkat.

Seakan tersentuh oleh pertanyaan meditatif, "apa yang telah kuperbuat di masa lampau", pelatih timnas Italia Marcello Lippi menyebut kepedihan "Gli Azzurri" sebagai tanggungjawab pribadi. "Saya yang bertanggungjawab. Saya tidak menyiapkan mereka dengan baik," katanya.

Terbelai oleh kejujuran dan keinginan memperoleh Dharma demi Dharma, pelatih Meksiko, Javier Aguirre mengatakan lengser setelah tiga hari anak asuhannya kalah 1-3 dari Tim Tango dalam putaran kedua Piala Dunia Afsel. "Saya harus pergi. Ini hal paling jujur untuk dilalui dan dilakukan," katanya dalam temu pers di Mexico City.

Puncak dari Dharma di tengah kekalahan memedihkan dari punggawa di tengah rolet Afsel 2010, yakni timnas Inggris. Di bawah asuhan pelatih Fabio Capello, "Three Lions" seakan menjemput karmanya, karena sepak terjangnya di putaran final Piala Dunia tidak bisa dibilang jempolan.

Terseok di fase penyisihan grup hingga tersingkir di perdelapan final setelah kalah memalukan 4-1 dari Jerman (27/6) membuat serdadu Inggris itu menjadi buah bibir sarat keprihatinan. Sosok paling bertanggungjawab dari nasib memilukan "St George`s yakni arsitek asal Italia itu.

Ingin mundur, Capello? "Jelas tidak," jawabnya singkat usai partai babak 16 besar di Stadion Free State. "Tentunya, kami akan menunggu dua pekan ke depan untuk merefleksikan segala sesuatunya," kata pelatih berusia 64 tahun itu yang disebut-sebut mengakrabi Budhisme.

Refleksinya? Publik dari tim yang angkat koper sontak menangis setelah menyaksikan bahwa skuad kesayangannya memutus tali asa untuk menjemput karma kekalahan. Mereka mendambakan Dharma, bahwa mereka toh telah melewati jalan berlorong nan terjal.

Bukankah air dari sumur Kebijakan Tibet menawarkan pemenuh dahaga bahwa karma mempunyai sifat membebaskan dari belitan gurita hidup serba bisnis, hidup serba hitung untung-rugi.

Kisah dari pelatih yang gagal di Afsel membawa dharma bahwa birokrasi dan kepentingan bisnis kerap menipu seseorang untuk menelan mentah-mentah jargon bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan secara "betul" atau "salah" alias ketepatan prosedural. Ikatan emosional antar pribadi semakin renggang. Yang tersisa penomoran dari karyawan ini atau karyawati itu.

Sisi inilah yang boleh jadi dilupakan oleh para pelatih dari timnas yang telah gulung tikar di Afsel 2010. Bagusnya, para pelatih itu belum melontarkan penegasan yang menyalahkan anak buahnya bahwa ketiadaan komitmen para pemain menjadi biang keladi kekalahan.

Komitmen adalah dasar dari sikap moral. Caranya? Jangan bicara moral bila steril dari komitmen. Ujaran khas Betawi memampatkannya dalam istilah omong doang alias omdo.

Dan Dalai Lama di ajang Afsel 2010 mengajarkan bahwa cara terbaik untuk meningkatkan karma yakni menanamkan kelembutan hati dan merayakan kemurahan hati.

"Aku mulai meragukan apakah ada orang yang bisa melakukan sesuatu yang berarti, apalagi dunia ini terus menawarkan hitung-hitungan bahwa lima rupiah tambah lima rupiah sama dengan sepuluh rupiah," kata dia yang bermeditasi bersama Sang Guru dari Tibet.
(A024/T009)

Pewarta: A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2010