Jakarta, 6/10 (ANTARA) - Sebanyak lima akademisi hukum dari lima Universitas Negeri menyerahkan pendapat sebagai sahabat pengadilan (amicus curiae) kepada Mahkamah Agung (MA) untuk dapat dijadikan pertimbangan keputusan perkara peninjauan kembali (PK) kasus pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, Kamis.

Para pakar hukum dan akademisi yang menyampaikan adalah Hamid Chalid dari Universitas Indonesia (UI) Hamid Chalid, Topo Santoso dari UI, Laode Muhammad Syarif dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Ningrum Natasya Sirai dari Universitas Sumatera Utara (USU) dan Edward Omar Sharif Hiariej dari Universitas Gajah Mada (UGM).

"Amicus Curiae ini adalah pendapat yang dapat dijadikan pertimbangan hakim agung dalam memutuskan PK pra peradilan atas SKPP Bibit-Chandra yang diajukan Anggodo," kata Laode Muhammad Syarif, saat ditemui wartawan di Gedung MA.

Menurut dia, Amicus Curiae bukan suatu intimidasi terhadap pihak peradilan, tetapi merupakan masukkan dari akamedisi terhadap kasus Bibt-Chandra agar berpijak pada salah satu asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti,dan memahami nilai-nilaihukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat" sesuai Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Dia juga mengatakan kasus Bibit-Chandra terungkap indikasi kuat bahwa proses hukumada direkayasa oleh pihak-pihak tertentu dengan tujuan untuk melemahkan institusi KPK.

"Kami berkepentingan dengan putusan PK perkara tersebut karena selaku akademisi hukum Indonesia dan warga negara Indonesia kami berkepentingan atas semakin majunya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia ke depan serta semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat, Indonesia maupun internasional, terhadap penegakan hukum di Indonesia," harapnya.

Dia juga mengungkapkan bahwa mencuatnya perkara yang melatarbelakangi Permohonan PK tersebut sekitar satu tahun lebih yang lalu hingga hari ini dampaknya sangat luar biasa terhadap masyarakat luas, termasuk dalam hal persepsi masyarakat terhadap penegakan hukum maupun kepercayaan masyarakat terhadap keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi dan menciptakan pemerintah yang bersih dan akuntabel.

Akamedisi dari Unhas ini mengaatakan bahwa "Amici Curiae" ini memang pertama kali diajukan di Indonesia, tetapi dibeberapa negara maju, seperti AS dan Inggris sudah lazim digunakan oleh para pemerhati hukum terhadap kasus yang berlangsung di peradilan.

La Ode menegaskan bahwa Amicus Curiae ini hakim agung bisa menerima pendapat dari publik dalam menetapkan kasus Bibit-Chandra ini.

"Paling tidak, hakim agung tidak memperhatikan pendapat dari salah satu pihak saja, tetapi pendapat publik juga dipertimbangkan," katanya.

Dia juga mengatakan bahwa "Amici Curiae" ini akan diserahkan ke panitera MA. "Kami akan serahkan `Amici Curiae` ini melalui Hakim Agung Joko Sarwoko," kata Laode.
(ANT/A038)

Pewarta: NON
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2010